Archive for Februari 2013
MAKALAH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA MEMPENGARUHI KEADAAN MASYARAKAT DI WILAYAH DESA BARAN MELINTANG
By : Sopriadi Ahmad
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN
ALOKASI DANA DESA MEMPENGARUHI KEADAAN MASYARAKAT DI WILAYAH DESA BARAN
MELINTANG
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Keberadaan
desa secara yuridis formal diakui dalam undang-undang nomor 32 tahun
2004 tentang pemerintahan daerah
dan peraturan pemerintah nomor
72 tahun 2005
tentang desa. berdasarkan
ketentuan ini desa diberi
pengertian sebagai kesatuan
masyarakat hukum yang
memiliki batas-batas
wilayah yang berwenang untuk
mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat,
berdasarkan asal-usul dan
adat istiadat setempat
yang diakui dan
dihormati dalam sistem
pemerintahan negara kesatuan
republik indonesia. pemahaman desa di atas menempatkan desa sebagai suatu organisasi
pemerintahan yang secara
politis memiliki kewenangan tertentu
untuk mengurus dan mengatur
warga atau komunitasnya. Posisi tersebut desa memiliki
peran yang sangat
penting dalam menunjang
kesuksesan pemerintahan nasional secara
luas. desa menjadi
garda terdepan dalam
menggapai keberhasilan dari segala urusan dan program dari pemerintah.
hal ini juga sejalan
apabila dikaitkan dengan
komposisi penduduk indonesia menurut sensus terakhir pada tahun 2000 bahwa sekitar 60% atau
sebagian besar penduduk indonesia
saat ini masih
bertempat tinggal di
kawasan permukiman pedesaan. Maka menjadi sangat logis apabila
pembangunan desa menjadi prioritas utama bagi kesuksesan pembangunan nasional.
agar dapat melaksanakan
perannya dalam mengatur
dan mengurus komunitasnya, desa
berdasarkan ketentuan peraturan
pemerintah nomor 72 tahun 2005, diberikan kewenangan yang
mencakup:
a. Urusan
pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
b. Urusan pemerintahan yang
menjadi kewenangan kabupaten/kota yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
c. Tugas
pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota;
dan
d. Urusan pemerintahan lainnya
yang oleh peraturan
perundang-undangan diserahkan kepada desa.
Sebagai konsekuensi logis
adanya kewenangan dan
tuntutan dari pelaksanaan otonomi
desa adalah tersedianya
dana yang cukup.
Sadu Wasistiono ( 2006;107
) menyatakan bahwa
pembiayaan atau keuangan merupakan faktor essensial dalam
mendukung penyelenggaraan otonomi desa, sebagaimana juga pada
penyelenggaraan otonomi daerah.
sejalan dengan pendapat yang
mengatakan bahwa “ autonomy
“ indentik dengan
“ auto money “, maka untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya
sendiri desa membutuhkan dana atau biaya yang memadai sebagai dukungan
pelaksanaan kewenangan yang dimilikinya.
Sumber pendapatan
desa berdasarkan pasal
212 ayat (3)
undang- undang nomor 32 tahun 2004 terdiri dari :
a. Pendapatan
asli desa,
b. Bagi
hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;
c. Bagian dari
dana perimbangan keuangan
pusat dan daerah
yang diterima oleh
kabupaten/kota;
d. Bantuan dari
pemerintah, pemerintah provinsi dan
pemerintah kabupaten/kota;
e. Hibah
dan sumbangan dari pihak ketiga.
Tujuan pemberian
bantuan langsung alokasi
dana desa antara
lain meliputi:
a. Meningkatkan penyelenggaraan pemerintahan desa
dalam melaksanakan pelayanan
pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai dengan kewenangannya.
b. Meningkatkan
kemampuan lembaga kemasyarakatan di desa
dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian pembangunan secarapartisipatif sesuai dengan potensi yang
dimiliki.
c. Meningkatkan
pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi masyarakat desa
serta dalam rangka
pengembangan kegiatan sosial
ekonomi masyarakat.
d. Mendorong
peningkatan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat di dalam
pelaksanaan bantuan alokasi
dana desa.
Sekian banyak desa yang ada di
Indonesia, banyak yang belum begitu mengembangkan serta memanfaatkan Alokasi Dana
Desa (ADD) sesuai yang diharapkan masyarakat seperti yang terjadi di Desa Baran
Melintang. Hal inilah yang jadi pengaruh besar bagi masyarakat dalam rangka
menumbuhkan ekonomi yang baik untuk kesejahteraan hidup.
Dari
alasan yang diterangkan diatas penulis menulis makalah yang berjudul “Implementasi
Kebijakan Alokasi Dana Desa Mempengaruhi Keadaan Masyarakat di Wilayah Desa
Baran Melintang.”
B. Masalah
a.
Kurangnya kejelasan pada alokasi dana
desa
b.
Penyebab terjadinya implementasi
kebijaksanaan dana desa
c.
Akibat yang ditimbulkan oleh
implementasi kebijaksanaan dana desa
d.
Kurangnya pemahaman masyarakat tentang
dana desa
e.
Kurangnnya perhatian kepala desa
terhadap masyarakat
f.
Pengalokasian dana desa yang tidak
menyebar
g.
Pengambilan keputusan yang tidak sesuai
h.
Perekonomian masyarakat yang tidak
stabil
i.
Kekuasaan yang tergolong nepotisme
j.
Pemerintahan yang kurang teratur
C. Batasan Masalah
a.
Kurangnya kejelasan aparat tentang dana
desa kepada masyarakat
b.
Akibat yang ditimbulkan oleh
implementasi kebijaksanaan dana desa bagi masyarakat
D. Perumusan Masalah
a.
Apakah penyebab terjadinya implementasi
kebijaksanaan alokasi dana desa?
b.
Apakah akibat dari implementasi
kebijaksanaan alokasi dana desa bagi masyarakat?
E. Tujuan Penulisan
a. Memberikan gambaran
pelaksanaan alokasi dana
desa di Desa Baran Melintang Kecamtan Pulau Merbau.
b. Mengidentifikasikan faktor-faktor yang
mempengaruhi implementasi kebijaksanaan alokasi dana desa di Desa Baran Melintang Kecamatan
Pulau Merbau
F. Manfaat Penelitian
a. Makalah
ini akan memberikan gambaran kepada penulis, untuk menjadi bahan pembelajaran
faktor-faktor penyebab dari implementasi kebijaksaan alokasi dana desa
b. Bagi
mahasiswa semoga makalah ini dapat dijadikan pembelajaran dalam proses
pemahaman kebijaksanaan alokasi dana desa
c. Bagi
pihak kampus diharapkan makalah
ini diharapkan dapat
menjadi media untuk mengaplikasikan berbagai teori
yang dipelajari, sehingga
akan berguna dalam pengembangan pemahaman,
penalaran, dan pengalaman penulis, juga berguna bagi
pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu sosial, khusunya ilmu pemerintahan, sehingga
dapat dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian-penelitian berikutnya.
d. Bagi
pihak pemerintah makalah ini diharapkan
akan memberikan masukan pada
pihak-pihak yang berkepentingan untuk
mengambil keputusan dalam
permasalahan alokasi dana desa serupa, sebagai bahan kajian bagi
pihak yang terkait
dengan kebijakan ini
sehingga dapat mengoptimalkan
keberhasilan kebijakan
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Landasan
Teori
Dewasa ini istilah kebijakan lebih
sering dan secara luas dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan
atau kegiatan-kegiatan pemerintah serta
perilaku negara pada umumnya, atau seringkali diberikan makna sebagai tindakan
politik. hal ini semakin jelas dengan adanya konsep kebijakan dari:
Carl
Freidrich yang mendefinisikan kebijakan sebagai
serangkaian tindakan yang yang diusulkan oleh
seseorang, kelompok atau
pemerintah dalam lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan
dan kesempatan.
James
E. Anderson mendefinisikan kebijaksanaan adalah serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan
tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau sekelompok
pelaku guna memecahkan suatu
masalah tertentu). sedangkan
amara raksasataya menyebutkan bahwa kebijaksanaan adalah
suatu taktik dan strategi
yang diarahkan untuk
mencapai suatu tujuan.
oleh karena itu
suatu kebijaksanaan harus memuat 3 (tiga) elemen, yaitu :
a. Identifikasi
dari tujuan yang ingin dicapai.
b. Taktik atau
strategi dari berbagai
langkah untuk mencapai
tujuan yang diinginkan.
c. Penyediaan
berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi. sedangkan pemahaman mengenai kebijakan
publik sendiri
masih terjadi adanya silang pendapat dari para ahli.
Oleh karena
itu kebijakan publik yang dilakukan oleh
pemerintah untuk mengatasi
persoalan-persoalan yang
muncul ditengah-tengah masyarakat untuk dicarikan jalan keluar baik melalui
peraturan perundang-undangan, peraturan pemerintah, keputusan pejabat birokrasi dan keputusan lainnya
termasuk peraturan daerah, keputusan pejabat politik dan sebagainya.
Dalam perannya untuk
pemecahan masalah tahap penting dalam pemecahan
masalah publik melalui kebijakan adalah :
a. Penetapan
agenda kebijakan
b. Formulasi
kebijakan
c. Adopsi
kebijakan
d. Implementasi
kebijakan
e. Penilaian
kebijakan
Setiap tahap dalam
pengambilan kebijakan harus dilaksanakan dan dengan memperhatikan sisi ketergantungan masalah
satu dengan yang lainnya
Sehingga benar
adanya apa yang
dilakukan ataupun tidak dilakukan pemerintah dapat saja
dipandang sebagai sebuah pilihan kebijakan. sebagai tindak
lanjut undang-undang nomor
32 tahun 2004
dan peraturan pemerintah nomor
72 tahun 2005
khususnya dalam pengaturan alokasi dana desa pemerintah kabupaten grobogan telah
membuat kebijakan alokasi dana desa
melalui surat bupati
grobogan nomor 412.6/302
perihal petunjuk teknis alokasi
dana desa/kelurahan kabupaten
grobogan tahun anggaran 2007
yang merupakan kebijakan publik
yang berorientasi pada peningkatan pendapatan
desa, sehingga desa
dapat tumbuh dan
berkembang mengikuti
pertumbuhan dari desa
itu sendiri, berdasarkan
keanekaragaman, partisipasi, otonomi
asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Kebijakan publik selalu mengandung setidak-tidaknya
tiga komponen dasar, yaitu tujuan
yang jelas, sasaran
yang spesifik, dan
cara mencapai sasaran tersebut.
komponen yang ketiga
biasanya belum dijelaskan
secara rinci dan birokrasi yang harus
menerjemahkannya sebagai program
aksi dan proyek. komponen cara
berkaitan siapa pelaksananya, berapa besar dan dari mana dana
diperoleh, siapa kelompok
sasarannya, bagaimana program dilaksanakan atau
bagaimana system manajemennya dan
bagaimana keberhasilan atau kinerja
kebijakan diukur. komponen
inilah yang disebut dengan implementasi. implementasi kebijakan,
sesungguhnya bukanlah sekedar
bersangkut paut dengan mekanisme penjabaran keputusan-keputusan politik
ke dalam prosedur-prosedur rutin
lewat saluran-saluran birokrasi,
melainkan lebih dari pada
itu, ia menyangkut masalah
konflik, keputusan dan
siapa yang memperoleh apa
dari suatu kebijakan bahwa implementasi kebijakan
merupakan aspek penting dari
keseluruhan proses kebijakan.
oleh sebab itu
tidak berlebihan jika dikatakan
implementasi kebijakan merupakan aspek
yang penting dari
keseluruhan proses kebijakan.
bahkan udoji mengatakan pelaksanaan kebijakan adalah sesuatu yang
penting, bahkan jauh
lebih penting daripada pembuatan kebijakan. kebijakan-kebijakan akan
sekedar berupa impian
atau rencana bagus yang tersimpan
rapi dalam arsip kalau tidak diimplemantasikan
Berdasarkan
pendapat para ahli
di atas dapat
dijelaskan bahwa
implementasi kebijakan publik
yang dimaksud dalam
makalah ini adalah implementasi
alokasi dana desa baran melintang sedangkan
fenomena yang digunakan
untuk mengukur keberhasilan implementasi dari perihal
petunjuk alokasi dana desa baran
melintang adalah :
a. Meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan desa
dalam melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan
kemasyarakatan.
b. Meningkatnya kemampuan lembaga kemasyarakatan di
desa dalam perencanaan, pelaksanaan dan
pengendalian pembangunan secara
partisipatif sesuai dengan potensi yang dimiliki.
c. Meningkatnya
pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi
masyarakat desa serta
dalam rangka pengembangan kegiatan sosial ekonomi
masyarakat.
d. Meningkatnya
partisipasi swadaya gotong royong masyarakat.
Untuk dapat mengimplementasikan
kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan, antara lain:
a. Kondisi
eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana;
b. Tersedia
waktu dan sumber daya;
c. Keterpaduan
sumber daya yang diperlukan;
d. Implementasi
didasarkan pada hubungan kausalitas yang handal;
e. Hubungan kausalitas bersifat
langsung dan hanya
sedikit mata rantai penghubung;
f. Hubungan
ketergantungan harus dapat diminimalkan;
g. Kesamaan
persepsi dan kesepakatan terhadap tujuan;
h. Tugas-tugas
diperinci dan diurutkan secara sistematis;
i.
Komunikasi dan koordinasi yang baik;
j.
Pihak-pihak yang berwenang dapat
menuntut kepatuhan pihak lain.
BAB
III
PENUTUP
A.
Simpulan
a. Implementasi
kebijaksanaan alokasi dana desa di Desa Baran Melintang sangat berpengaruh
keadaan masyarakat karena kurang meratanya pembangunan membuat
ekonomi masyarakat tidak stabil, kebijakan lebih sering dan secara luas
dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan
pemerintah serta perilaku aparat desa
pada umumnya, atau seringkali diberikan makna sebagai tindakan politik.
b. Faktor-faktor
penyebab implementasi kebijaksanaan alokasi dana desa yaitu Kondisi yang tidak
eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana, tidak tersedia waktu dan
sumber daya, kurangnya keterpaduan sumber daya yang diperlukan, implementasi tidak
didasarkan pada hubungan kausalitas yang handal, hubungan kausalitas tidak bersifat langsung
dan banyak mata
rantai penghubung, hubungan ketergantungan tidak dapat diminimalkan; kurangnya
kesamaan persepsi dan kesepakatan terhadap tujuan, tugas-tugas tidak diperinci
dan diurutkan secara sistematis, kurangnya komunikasi dan koordinasi yang baik
dan pihak-pihak yang berwenang tidak dapat menuntut kepatuhan pihak lain.
B.
Saran
Kepada
aparat pemerintah di Desa Baran Melintang agar bisa mengubah pola berpilitik
yang tidak baik menjadi yang lebih baik, mampu pengalokasian dana desa tepat
dengan sasaran yang diharapkan dan
menyebar dengan merata. Kepada pembaca diharapkan dapat mengambil
pelajaran dari apa yang terjadi di Desa Baran Melintang.
Makalah Berpikir Benar, Pengertian,dan contoh.
By : Sopriadi Ahmad
BAB
I
PENGANTAR
I.
Latar Belakang
Logika tidak mempelajari cara atau
metode berpikir dari semua ragamnya, tetapi pemikiran yang paling sehat dan
praktis. Banyak jalan pemikiran kita dipengaruhi oleh keyakinan, pola berpikir
kelompok, kecenderungan pribadi, pergaulan dan sugesti. Juga banyak pemikiran
yang diungkapkan sebagai luapan emosi seperti caci maki, kata pujian atau
pernyataan keheranan dan kekaguman. Ada juga pemikiran yang diungkapkan dengan
argumentasi yang secara sepintas kelihatan benar untuk memutar - balikkan
kenyataan dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi maupun golongan.
Logika menyelidiki, menyeleksi, dan
menilai pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta bertujuan untuk
mendapatkan kebenaran, terlepas dari segala kepentingan dan keinginan
perorangan. Logika merumuskan serta menerapkan hukum - hukum dan patokan -
patokan yang harus ditaati agar seseorang dapat berpikir benar, efisien,
sistematis, dan teratur. Dengan demikian ada dua obyek penyelidikan Ilmu Logika
(Ilmu Mantiq), Pertama, Pemikiran sebagai obyek material. Kita
mengenalnya dengan nama Logika Material (al-Mantiq al-Maddi) dan Yang
Kedua, Patokan-patokan atau hukum - hukum berpikir benar sebagai obyek
formalnya, yang disebut Logika Formal (al-Mantiq as-Suwari ).
II.
Rumusan Masalah
a) Pengertian
Berpikir Benar
b)
Cara
Berpikir Benar
c)
Contoh Berpikir Benar
BAB II
PEMBAHASAN
I.
Pengertian Berpikir Benar
Pikiran Positif Merupakan Pikiran
Yang Dapat Memperkuat Karakter / Kepribadian, Karena Pikiran Positif Tidak
Membuat Kita Lemah Namun Justru Membuat Diri Kita Menjadi Kuat. Jadi Kita Tak
Perlu Ragu Dan Takut Akan Kemampuan Kita, Justru Sebaliknya Kita Harus
Percaya Pada Kemampuan Kita. Dalam Membangun Kebiasaan Positif Dengan Hanya
Melihat Yang Terbaik Dalam Diri Anda Ddan Orang Lain, Percaya Bahwa Anda Mampu
Melakukan Hal Besar. Perlu Ditekankan Bahwa Pikiran Kita Memang Menentukan
Keberhasilan Kita, Karena Apa Yang Anda Lakukan Kemarin Menentukan Diri Anda
Hari Ini, Dan Apa Yang Anda Lakukan Hari Ini Menentukan Jadi Apa Anda Besok.
Memang
Sulit Untuk Terus Berpikir Positif Ketika Keadaan Kita Berlawanan Dengan Mimpi
Dan Harapan Kita. Namun Ketika Kita Membiasakan Diri Untuk Terus Berpikir
Positif, Nantinya Kebiasaan Itu Akan Menjadi Suatu Daya Tarik Bagi
Kita. Semakin Hari Pikiran Baik Kita Akan Menjadi Semakin Besar, Sehingga
Kita Akan Bisa Melakukan Hal - Hal Yang Kelihatannya Mustahil.
Berpikir
Positif Sangat Penting Untuk Diterapkan Dalam Kehidupan, Karena Pikiran Itu
Dapat Mempengaruhi Anda Untuk Melakukan Hal -Hal Yang Tepat. Kebanyakan
Orang Yang Salah Mengambil Profesi Atau Bisnis Karena Mereka Tidak Berpikir
Matang Atau Positif. Mereka Tidak Bisa Membuat Pilihan Yang Tepat Bagi Hidup
Mereka Sendiri.
Pikiran
Yang Terisi Dengan Hal - Hal Positif Dapat Membangun Karakter Serta Nasib Anda.
Maka Sepatutnyalah Kita Tidak Menyia - Nyiakannya Dengan Hal - Hal Yang
Negatif. Orang Yang Berpikir Positif Akan Mempunyai Alasan Untuk Bangga Pada
Diri Mereka Sendiri Dan Akan Bisa Menjalani Hidup Dengan Lebih Semangat. Tak
Ada Kekurangan, Keterbatasan Kebimbangan, Atau Rasa Takut, Karena Mereka Telah
Merubahnya Menjadi Kekuatan. Mereka Telah Terbiasa Menerima Pikiran Positif
Serta Membuang Semua Pikiran Negatif Dari Otaknya.
Karena
Pikiran Negatif Akan Membawa Kehancuran Yang Tidak Menghasilkan Apapun Kecuali
Rasa Takut, Rasa Putus Asa , Dan Bahklan Kegagalan Yang Sangat Menyakitkan.
Dengan Berpikir Positif Maka Anda Adalah Orang Optimist Yang Tidak
Akan Fokus Pada Keburukan Diri Sendiri Ataupun Orang Lain.
Salah
Satu Hal Yang Dapat Dilakukan Untuk Membiasakan Berpikir Positif Adalah Dengan
Memfokuskan Diri Pada Potensi Anda. Mulailah Dengan Membuat Penilaian Jujur
Tentang Kemampuan Anda Sendiri. Fokuskanlah Diri Anda Pada Hal - Hal Yang Bisa
Anda Lakukan. Jangan Fokuskan Diri Anda Pada Hal Yang Negatif, Yaitu Kelemahan
Anda, Fokuslah Pada Potensi Yang Anda Miliki. Sebab Jika Anda Fokus Pada
Kelemahan Anda, Berarti Anda Membiarkan Kelemahan Tersebut Menentukan Hasil
Yang Anda Dapatkan. Begitupun Sebaliknya Jika Anda Hanya Memikirkan
Kekuatan / Kelebihan, Maka Anda Lah Yang Akan Menentukan Hasil Yang Anda
Dapatkan.
Teruskanlah
Berpikir Positif Karena Keberanian Sejati Timbul Daari Kesabaran Yang Terus
Menerus. Biasakanlah Untuk Selalu Mengarahkan Pikiran Kita Pada Hal - Hal Besar
Dan Inspiratif. Sehingga Pikiran Besar Dari Orang Lain Bisa Menjadi Milik Kita,
Dan Kita Dapat Hidup Dengan Potensi Kita Yang Sebesar – Besarnya.
II.
Cara
Berpikir Benar
Cara berfikir yang benar
adalah cara berfikir yang sesuia dengan kenyataan konkrit. Tidak
berfikir sesuai dengan
keinginan atau fikiran kita sendiri yang sifatnya subyektif, karena pada
dasarnya ide atau pikiran berasal dari situasi konkrit atau kenyataan. Ada
beberapa prinsip yang penting dan menjadi dasar dalam berfikir
secara benar, yaitu:
o
Pertama, Antara satu hal dan hal yang lain memiliki saling hubungan yang
konkrit. Untuk dapat memahami dan mengerti suatu hal, tidak bisa dipisahkan
dari saling hubungannya dengan hal hal lain di sekitarnya. agar dapat memahami
persoalan kaum tani/nelayan dengan sebaik baiknya, maka kita harus melihat
saling hubungannya dengan kebijakan negara, saling hubungannya dengan
imperialisme, saling hubungannya dengan keberadaan tuan tanah, saling
hubungannya dengan persoala buruh dan sebagainya.
o
Kedua, segala sesuatu selalu dalam keadaan berubah dan berkembang. Berarti
bahwa segala sesuatu tidak dalam keadaan yang selalu sama dan tetap. Seperti
misalnya diri kita juga mengalami perubahan dan perkembangan. Dari mulai lahir,
masa kanak kanak, masa remaja, masa dewasa, berkeluarga, masa tua dan kemudian
mati. Demikian juga organisasi tani/nelayan, dari mulai tidak ada, kecil,
berkembang, mungkin ada masalah (penyakit), kuat dan kemudian besar.
o
Ketiga, perubahan atau perkembangan bergerak ke arah yang lebih maju dan
bersegi hari depan. Perkembangan tidak pernah bergerak mundur, tetapi maju dan
berpihak pada yang bersegi hari depan. Sistem yang menindas kaum tani/nelayan yaitu
imperialisme dan feodalisme adalah sistem yang sudah usang dan sekarat. karena
sistem tersebut megakibatkan penindasan dan kemiskinan. Kaum tani /nelayan sudah tidak menghendakinya
serta selalu bangkit melakukan perlawanan. Hal ini tentunya bertentangan dengan
pikiran musuh musuh rakyat, bahwa segala sesuatu adalah tetap dan tidak berubah.
Sehingga sistem yang menindas rakyat akan terus bertahan dan tetap.
o Keempat, perubahan atau perkembangan segala sesuatu
ditentukan oleh faktor dalam atau kekuatan internal. Hal ini bertentangan dengan pikiran metafisis
bahwa perubahan lebih ditentukan oleh faktor luar. Misalnya sebuah telur
berubah menjadi anak ayam lebih ditentukan oleh pergerakan unsur unsur
kehidupan yang ada didalam putih dan kuning telur. Sementara suhu, atau panas
dari luar baik berupa panas alami dari tubuh induk ayam maupun panas buatan
seperti listrik lebih bersifat mempengaruhi atau membantu menetasnya anak ayam.
Kebenaran kesimpulan tersebut dibuktikan ketika sebuah batu dierami oleh induk
ayam atau diberi panas buatan, maka tidak dapat menetas menjadi anak ayam.
Demikian juga perjuangan kaum tani/nelayan, lebih ditentukan oleh kekuatan
internal kaum tani/nelayan sendiri, jika kaum tani/nelayan tidak mau bangkit
bergerak dan berorganisasi, maka keadaan
kaum tani/nelayan tidak akan
menjadi lebih baik ke depan. Kehadiran faktor luar seperti aktifis, LSM,
Pemerintah lebih merupakan faktor yang mempengaruhi tidak menentukan kebenaran.
Untuk
dapat memiliki cara berpikir yang benar, maka kita dapat melakukan hal-hal
sebagai berikut :
III.
Terlibat langsung dalam praktek sosial. Jika kita ingin memiliki pikiran
yang benar tentang persoalan kaum tani, maka kita harus terlibat langsung dalam
kehidupan dan perjuangan kaum tani. Karena tanpa itu, maka kita tidak akan
dapat merasakan sungguh-sungguh suka duka dan persoalan kaum tani. Demikian
juga jika kita ingin memiliki pikiran yang benar tentang perjuangan kaum tani,
maka kita juga harus terlibat langsung dalam perjuangan kaum tani.
IV.
Membangun tradisi penyelidikan sosial. Jika kita ingin memiliki pikiran
yang benar tentang kenyataan maka kita harus mau untuk menyelidiki keadaan
sosial yang ada. Jangan sampai kita mengeluarkan banyak pernyataan dan pikiran
tanpa terlebih dulu mengetahui kenyataan yang sesungguhnya. Untuk mengetahui
bagaimana perkembangan organisasi tani di pedesaan, maka kita tidak boleh
segan-segan ke desa melakukan penyelidikan sosial tentang organisasi tani.
V.
Membiasakan diri untuk berpikir hati-hati dan dari
banyak segi tentang segala sesuatu. Pepatah lama mengatakan sekali kening berkerut, timbullah
kebijaksanaan. Jika kita ingin mengetahui sesuatu dengan benar dan tepat, maka
harus memikirkan dengan hati-hati dan tidak dengan serba terburu-buru. Kita
harus mampu untuk menganalisis sebuah persoalan secara mendalam dari banyak
segi dan saling hubungannya dengan persoalan lain. Dengan demikian kita dapat
secara persis mengetahui sebab-sebab mendasar dari persoalan tersebut dan
merumuskan jalan keluarnya.
III.
Contoh
Berpikir Benar
Sebuah kisah nyata
Ada seorang ibu rumah tangga yang
memiliki 4 anak laki-laki. Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan &
kerapihan rumah dapatditanganinya dengan baik. Rumah tampak selalu rapih,
bersih & teratur dan suami serta anak-anaknya sangat menghargai
pengabdiannya itu. Cuma ada satu masalah, ibu yg pembersih ini sangat tidak
suka kalau karpet di rumahnya kotor. Ia bisa meledak dan marah berkepanjangan
hanya gara-gara melihat jejak sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan
berlangsung seharian. Padahal, dengan 4 anak laki-laki di rumah, hal ini mudah
sekali terjadi terjadi dan menyiksanya. Atas saran keluarganya, ia pergi
menemui seorang psikolog bernama
Virginia Satir, dan menceritakan
masalahnya. Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian, Virginia
Satir tersenyum & berkata kepada sang ibu : "Ibu harap tutup mata ibu
dan bayangkan apa yang akan saya katakan" Ibuitu kemudian menutup matanya.
"Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak
ternoda, tanpa kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?" Sambil
tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah, mukanya yg murung berubah cerah. Ia
tampak senang dengan bayangan yang dilihatnya. Virginia Satir melanjutkan;
"Itu artinya tidak ada seorangpun di rumah ibu. Tak ada suami, tak ada
anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka. Rumah ibu sepi dan
kosong tanpa orang-orang yang ibu
kasihi". Seketika muka ibu itu
berubah keruh, senyumnya langsung menghilang,
napasnya mengandung isak.
Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas membayangkan apa yang tengah
terjadi pada suami dan anak-anaknya. "Sekarang lihat kembali karpet itu,
ibu melihat jejak sepatu & kotoran disana, artinya suami dan anak-anak ibu
ada di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka
menghangatkan hati ibu". Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman
dengan visualisasi tsb. "Sekarang bukalah mata ibu" Ibu itu membuka
matanya "Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat
ibu?" Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Aku tahu maksud
anda" ujar sang ibu, "Jika kita melihat dengan sudut yang tepat, maka
hal yang tampak negatif dapat dilihat secara positif". Sejak saat itu,
sang ibu tak pernah lagi mengeluh soal karpetnya yang
kotor, karena setiap melihat jejak
sepatu disana, ia tahu, keluarga yg dikasihinya ada di rumah. Kisah di atas
adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah seorang psikolog terkenal yang
mengilhami Richard Binder & John Adler untuk menciptakan NLP
(Neurolinguistic Programming) . Dan teknik yang dipakainya di atas disebut
Reframing, yaitu bagaimana kita 'membingkai ulang' sudut pandang kita sehingga
sesuatu yg tadinya negatif dapat menjadi positif, salah satu caranya dengan
mengubah sudut pandangnya.
Berikut ini beberapa contoh
pengubahan sudut pandang agar kita bias berpikir benar :
Saya BERSYUKUR;
1. Untuk istri yang mengatakan malam
ini kita hanya makan mie instan,
karena itu artinya ia bersamaku
bukan dengan orang lain.
2. Untuk suami yang hanya duduk
malas di sofa menonton TV, karena itu
artinya ia berada di rumah dan bukan
di bar, kafe, atau di tempat mesum.
3. Untuk anak-anak yang ribut
mengeluh tentang banyak hal, karena itu
artinya mereka di rumah dan tidak
jadi anak jalanan
4. Untuk Tagihan Pajak yang cukup
besar, karena itu artinya saya bekerja
dan digaji tinggi
5. Untuk sampah dan kotoran bekas
pesta yang harus saya bersihkan,
karena itu artinya keluarga kami
dikelilingi banyak teman
6. Untuk pakaian yang mulai
kesempitan, karena itu artinya saya cukup
makan
7. Untuk rasa lelah, capai dan penat
di penghujung hari, karena itu
artinya saya masih mampu bekerja
keras
8. Untuk semua kritik yang saya
dengar tentang pemerintah, karena itu
artinya masih ada kebebasan
berpendapat
9. Untuk bunyi alarm keras jam 5
pagi yg membangunkan saya, karena itu
artinya saya masih bisa terbangun,
masih hidup
10. Untuk semua masalah dan
penderitaan hidup yang saya alami, karena
itu artinya saya memiliki
pengharapan hidup kekal yang penuh sukacita di
surga.
MAKALAH KONFLIK AMBON DAN PATOLOGI SOSIAL MAKALAH
By : Sopriadi Ahmad
KONFLIK
AMBON DAN PATOLOGI SOSIAL
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kehidupan ini selalu menunjukkan
kondisi yang beragam. Keberagaman dalamkehidupan menunjukkan bahwa dunia dari
kehidupan di dalamnya masih pada kondisinormal. Keberagaman dalam wadah
kehidupan bak taman indah yang ditumbuhi beranekamacam tumbuhan dan bunga-bunga. Keberagaman menjadi indah
apabila bisa tertata dengan baik sebagaimana juga keberagaman akan
memperlihatkan keindahan yang eksotik jika bisadihargai oleh setiap kelompok yang ada. Keberagaman atau pluralitas
dalam dialektikakehidupan beragama tentu sedikit menumbuhkan fenomena
yang menarik untuk diteroponglebih dekat
lagi.
Terdapat sejumlah persoalan yang perlu
dicermati manakala agama bersinggungan
dengan pluralitas social, dari mulai politik, adat, dan ekonomiKrisis jati diri bangsa yang paling mencekam
muncul dalam sikap antipluralisme dikelangan
sekelompok anak bangsa. Sebagian besar masyarakat, terutama kelompok-kelompok
dominan, masih tidak memahami prinsip-prinsip pluralism dan multikulturalisme(M Dawan Rahardjo, 2010). Mereka bahkan curiga
dan mearasa menghadapi ancaman.Padahal, justru kecurigaan dan
kekhawatiran inilah yang menimbulkan konflik dan aksi-aksikekerasan yang cukup
marak di Indonesia akhir-akhir ini.Melihat
beberapa kejadian belakangan yang timbul di tanah air, maka perlumengangkat kembali pemahaman terhadap pluralism
Indonesia sebagai satu kesatuan danmerupakan asset bangsa yang berperan besar
dalam proses pembangunan dan pencapaiantujuan dan cita-cita bangsa.
BAB II
PEMBAHASAAN
A. Pengertian Pluralisme
Secara
terminologis, ”plural” adalah
bentuk dasar dari kata pluralisme, yang artinya lebih dari satu. Sedangkan
pluralisme ialah keadaan masyarakat yang majemuk (berkaitan dengan sistem
sosial dan politik). Sedangkan secara etimologis, pluralisme memiliki banyak arti, tetapi pada dasarnyamemiliki
kesamaan makna. Sebagian ada yang mengatakan bahwa pluralisme adalah sebuah
pengakuan akan hukum Tuhan yang menciptakan manusia yang tidak hanya terdiri
dari satu kelompok, suku, warna kulit, dan agama saja. Jadi, menurut pengertian
ini, pluralisme mengakui perbedaan-perbedaan sebagai sebuah realitas yang pasti
ada di mana saja.
Pluralisme
adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang
menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup
bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi.
Sebenarnya berbicara tentang konsep pluralisme, sama halnya membicarakan tentang
sebuah konsep kemajemukan atau keberagaman, dimana jika kita kembali pada arti
pluralisme itu sendiri bahwa pluralisme itu merupakan suatu kondisi masyarakat
yang majemuk.
Kemajemukan
disini dapat berarti kemajemukan dalam beragama, sosial dan budaya. Namun yang
sering menjadi issu terhangat berada pada kemajemukan beragama. Pada
prinsipnya, konsep pluralisme ini timbul setelah adanya konsep toleransi. Jadi
ketika setiap individu mengaplikasikan konsep toleransi terhadap individu
lainnya maka lahirlah pluralisme itu. Dalam konsep pluralisme-lah bangsa
Indonesia yang beraneka ragam ini mulai dari suku, agama, ras, dan golongan
dapat menjadi bangsa yang satu dan utuh.
Pluralisme
sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, agama,
kebudayaan, peradaban dan lain-lain. Kemunculan ide pluralisme didasarkan pada
sebuah keinginan untuk melenyapkan klaim kebenaran (truth claim) yang dianggap
menjadi pemicu munculnya sikap ekstrem, radikal, perang atas nama agama,
konflik horisontal, serta penindasan atas nama agama.
Menurut kaum pluralis, konflik dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama baru sirna jika masing-masing agama tidak lagi menganggap agamanya yang paling benar. Lahirnya gagasan mengenai pluralisme (agama) sesungguhnya didasarkan pada sejumlah factor:
Menurut kaum pluralis, konflik dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama baru sirna jika masing-masing agama tidak lagi menganggap agamanya yang paling benar. Lahirnya gagasan mengenai pluralisme (agama) sesungguhnya didasarkan pada sejumlah factor:
•Pertama
adanya keyakinan masing-masing pemeluk agama bahwa konsep ketuhanannyalah yang paling benar dan agamanyalah yang menjadi jalan keselamatan. Masing-masing pemeluk agama juga meyakini bahwa merekalah umat pilihan. Menurut kaum pluralis, keyakinan-keyakinah inilah yang sering memicu terjadinya kerenggangan, perpecahan bahkan konflik antar pemeluk agama. Karena itu, menurut mereka, diperlukan gagasan pluralisme sehingga agama tidak lagi berwajah eksklusif dan berpotensi memicu konflik.
adanya keyakinan masing-masing pemeluk agama bahwa konsep ketuhanannyalah yang paling benar dan agamanyalah yang menjadi jalan keselamatan. Masing-masing pemeluk agama juga meyakini bahwa merekalah umat pilihan. Menurut kaum pluralis, keyakinan-keyakinah inilah yang sering memicu terjadinya kerenggangan, perpecahan bahkan konflik antar pemeluk agama. Karena itu, menurut mereka, diperlukan gagasan pluralisme sehingga agama tidak lagi berwajah eksklusif dan berpotensi memicu konflik.
•Kedua
faktor kepentingan ideologis dari Kapitalisme untuk melanggengkan dominasinya di dunia. Selain isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan serta perdamaian dunia, pluralisme agama adalah sebuah gagasan yang terus disuarakan Kapitalisme global yang digalang Amerika Serikat untuk menghalang kebangkitan Islam.
faktor kepentingan ideologis dari Kapitalisme untuk melanggengkan dominasinya di dunia. Selain isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan serta perdamaian dunia, pluralisme agama adalah sebuah gagasan yang terus disuarakan Kapitalisme global yang digalang Amerika Serikat untuk menghalang kebangkitan Islam.
B.
Konflik Ambon dan Patologi Sosial
Jakarta Ledakan konflik horizontal yang
bernuansa suku, agama, ras dan golongan (SARA) yang terjadi di Ambon pada Ahad
(11/9) yang lalu, adalah tanda bahwa Indonesia sangat rentan terhadap potensi
konflik. Sebagai negara yang plural, maka kita harus antisipatif dalam membaca
dan menalar koflik sebagai problem serius dan harus diselesaikan secara komprehensif.
Konflik memiliki definisi beragam karena beragamnya latar
belakang dan perspektif. Tapi pada dasarnya, ada satu kata yang menjadi
kesimpulan bersama para ahli tetang definisi konflik. Yaitu disebabkan karena
terjadi disharmoni diantara elemen-elemen yang ada, baik dalam skala individu
maupun kelompok.
Newstorm dan Davis (1977), melihat konflik sebagai warisan
kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada
bangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua
pihak atau lebih pihak secara terus menerus. Dari perspektif behavioural,
Muchlas (1999) menyebut konflik sebagai akibat dari terjadinya minteraktif
individu atau kelompok sosial. Di Indonesia, konflik memiliki sejarah yang
panjang. Sebagai negeri multikultural ini, setiap rezim pemerintahan di negeri
ini memliki satu tugas yang sama yaitu menciptakan harmonisasi akibat seringnya
terjadi konflik dengan berbagai latar belakang.
Dilihat dari strukturnya, ada dua konflik yaitu konflik
vertikal dan konflik horizontal. Konflik vertikal biasanya bersifat elitis dan
politis. Sedang konflik horizontal lebih pada latar belakang suku, agama, ras
dan golongan (SARA), budaya dan ekonomi. Masa yang paling kelam dalam sejarah
panjang konflik di Indonesia, terjadi pasca Reformasi tahun 1998. Terjadi ledakan
konflik horizontal bernuansa SARA, diantaranya konflik Poso, konflik Ambon,
konflik Dayak-Madura di Kalimantan. Serta konflik vertikal GAM hingga tahun
2005. Energi pemerintah mau tidak mau harus dikerahkan untuk meredam konflik
hingga recovery pasca konflik.
Tak dapat dinafikan, jika konflik mempengaruhi NKRI secara
keseluruhan. Baik kerugian sosial yang menjadi rentan akibat mudahnya
masyarakat tersulut provokasi, maupun kerugian ekonomi karena sumber dana untuk
menyelesaikan akibat yang ditimbulkan konflik tersebut. Seiring perjalanan
kehidupan, sejarah konflik berkembang dengan motif beragam. Fritjof Chapra di
dalam bukunya The Turning Point, menyebut konflik sebagai "penyakit
peradaban". Fritjof Chapra membaca patologi sosial ini, sebagai bias dari
anomali ekonomi dan krisis budaya.
Dari perspektif ekonomi, konflik lahir dari keterdesakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Sumber daya ekonomi yang terbatas sementara kebutuhan tak terbatas memaksa manusia untuk bertindak nekad demi memenuhi kebutuhan.Sedang dari perspektif budaya, struktur sosial yang bergolak dan akhirnya melahirkan konflik, merupakan indikasi adanya proses transformasi sehingga menyebabkan rasa keterasingan dan mental ketertinggalan.
Dari perspektif ekonomi, konflik lahir dari keterdesakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Sumber daya ekonomi yang terbatas sementara kebutuhan tak terbatas memaksa manusia untuk bertindak nekad demi memenuhi kebutuhan.Sedang dari perspektif budaya, struktur sosial yang bergolak dan akhirnya melahirkan konflik, merupakan indikasi adanya proses transformasi sehingga menyebabkan rasa keterasingan dan mental ketertinggalan.
Menurut sejarawan Arnold Toynbee sebagaimana dikutif oleh
Chapra, pergolakan budaya lahir dari pola interaksi sebagai cara sebuah
peradaban melakukan dinamisasi untuk membentuk dirinya, mencari titik
equilibrum.
Irama dalam pertumbuhan budaya tersebut menimbulkan fluktuasi yang saling mempengaruhi antara dua kutub, para filusuf Cina menyebutnya Yin dan Yang, Empedocles menyebut sebagai pertarungan cinta dan benci.
Irama dalam pertumbuhan budaya tersebut menimbulkan fluktuasi yang saling mempengaruhi antara dua kutub, para filusuf Cina menyebutnya Yin dan Yang, Empedocles menyebut sebagai pertarungan cinta dan benci.
Toynbee menyebut hilangnya fleksibilitas di dalam masyarakat
multikulural merupakan tanda-tanda keruntuhan sebuah budaya. Struktur sosial
dan pola perilaku masyarakat menjadi kaku, masyarakat tidak lagi mampu
menyesuaikan diri dalam kreativitas respons. Kekakuan dan hilangnya
fleksibilitas ini menyebabkan pudarnya harmoni secara umum dan mengarahkan
masyarakat pada meletusnya perpecahan dan kekacauan sosial.
Di sisi lain, globalisasi yang terjadi begitu derasnya,
menyebabkan erosi dan shock budaya. Arus informasi yang menyerang dari berbagai
lini kehidupan, merekonstruksi gaya baru dalam diri bangsa tercinta. Pada
akhirnya, anak bangsa kehilangan jati diri akibat adanya polarisasi nilai-nilai
luhur dan kearifan budaya lokal yang terkontaminasi oleh budaya asing. Friksi
sosial budaya pada akhirnya melahirkan dua kelompok masyarakat (masyarakat
konservatif dan masyarakat akomodatif tanpa reserve) tidak rukun. Sehingga
disharmoni tersebut menjadi bom waktu bagi negara dengan masyarakat yang plural
seperti Indonesia. Pancasila sebagai dasar kehidupan dan ciri budaya bangsa
Indonesia, tidak tertutup dari perubahan. Sehingga nilai-nilai luhur dan pluralitas
yang terkandung dalalm Pancasila, dapat merekatkan masyarakat dari semua
golongan baik suku, agama, maupun afiliasi politik. Oleh karenanya, membaca
tafsir dan membumikan kembali dasar dan ideologi negara (Pancasila) menjadi
salah satu solusi atas konflik sosial yang sering terjadi.
Selain itu, konflik politik yang hari-hari ini justru
bergeser pada elit bangsa akibat tarik menarik kepentingan pragmatis, menjadi
tugas berat yang harus diakhiri. Karena elit bangsa adalah panutan masyarakat.
Sehingga penulis memandang, bahwa sangat mendesak untuk terlebih dahulu
menanamkan nilai-nilai Pancasila pada para pemimpin bangsa. Dibutuhkan peran
aktif masyarakat untuk mengeliminir elit yang egois dan lebih mementingkan diri
dan kelompoknya. Baik secara kolektif melalui pengawasan, maupun seleksi secara
individu saat pemilihan umum.
Pemerintah juga perlu mendorong pemerataan pertumbuhan
ekonomi. Pertumbuhan yang sering dibangga-banggakan itu, jangan hanya menjadi
milik golongan tertentu atau dilakukan pada wilayah tertentu saja. Karena yang
kita saksikan, konflik sosial-horizontal sering kali terjadi di wilayah yang
mengalami kesenjangan sosial-ekonomi.Masyarakat harus diangkat strata
kesejahteraannya, melalui penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan seluas-luas
dan seadil-adilnya. Karena pengangguran dan kemiskinan adalah stimulus yang
efektif memicu konflik.
Dari sisi psikologi sosial, konflik merupakan produk dari
sikap emosional. Maka kedewasaan dan rasionalitas menyikapi berbagai upaya
untuk memperkeruh keadaan menjadi fundamen yang urgen. Bahwa konflik hanya akan
membawa kerugain bagi semua fihak. Maka damailah Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Secara terminologis, ”plural” adalah bentuk dasar dari kata
pluralisme, yang artinya lebih dari satu. Sedangkan pluralisme ialah keadaan
masyarakat yang majemuk (berkaitan dengan sistem sosial dan politik). Sedangkan
secara etimologis, pluralisme
memiliki banyak arti, tetapi pada dasarnyamemiliki kesamaan makna. Sebagian ada
yang mengatakan bahwa pluralisme adalah sebuah pengakuan akan hukum Tuhan yang
menciptakan manusia yang tidak hanya terdiri dari satu kelompok, suku, warna
kulit, dan agama saja.
Pluralisme adalah
sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang
menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain.
B. SARAN
1. Indonesia
merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku, etnis, dan agama, oleh karena itu
pluralisme sangat diperlukan.
2. Dalam Hal Ini
Pmemerintah Harus Lebih Fokus Untuk Menyelesaikan Berbagai Konflik, Baik
Pemerintah Pusat Atau Setempat. Dan Mencari Solusi Agar Masalah Dapat
Terselesaikan.
3. Dari Segi Lain
seperti tokoh-tokoh agama pun harus perihatin terhadap konflik yang terjadi,
karena konflik tersebut pasti menyangkut teentang perbedaan keyakinan dan
budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Alister
E. Mcgrath, 'Christian Theology: an Introduction, (Oxford: Blackwell
Publisher, 1994). pp 458-459; Coser, Lewis, The Function of Social Conflict, (New
York: Free Press, 1965). Coser, Lewis, The
Function of Social Conflict, (New York: Free Press, 1965).
Coward,
Harold, Pluralisme, Tantangan Agama-agama, ter. (Yogyakarta: Kanisius,
1989).
Blattberg, Charles. Oxford From Pluralist to
Patriotic Politics: Putting Practice First, University Press, 2000.
Ethics: A Pluralistic Approach to Moral Theory, 2nd
ed,
Lawrence M. Hinman, Harcourt Brace, 1998.The Open Society and its Enemies,
Karl Popper, Routledge, 1945