Popular Post

Archive for Februari 2013

MAKALAH IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA MEMPENGARUHI KEADAAN MASYARAKAT DI WILAYAH DESA BARAN MELINTANG

By : Sopriadi Ahmad
IMPLEMENTASI KEBIJAKAN ALOKASI DANA DESA MEMPENGARUHI KEADAAN MASYARAKAT DI WILAYAH DESA BARAN MELINTANG




BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang Masalah
Keberadaan desa secara yuridis formal diakui dalam undang-undang nomor 32   tahun     2004    tentang   pemerintahan      daerah    dan   peraturan pemerintah   nomor   72   tahun   2005   tentang   desa.   berdasarkan   ketentuan   ini desa   diberi   pengertian   sebagai   kesatuan   masyarakat   hukum   yang   memiliki batas-batas     wilayah    yang    berwenang      untuk    mengatur    dan    mengurus kepentingan     masyarakat     setempat,   berdasarkan    asal-usul  dan   adat  istiadat  setempat     yang   diakui   dan  dihormati    dalam   sistem   pemerintahan     negara kesatuan republik indonesia. pemahaman desa di atas menempatkan           desa sebagai suatu organisasi pemerintahan      yang    secara   politis  memiliki    kewenangan      tertentu   untuk mengurus   dan   mengatur   warga   atau   komunitasnya. Posisi   tersebut desa    memiliki    peran   yang   sangat   penting   dalam   menunjang     kesuksesan pemerintahan      nasional    secara  luas.  desa   menjadi    garda   terdepan   dalam  menggapai keberhasilan dari segala urusan dan program dari pemerintah. hal ini   juga  sejalan  apabila   dikaitkan   dengan    komposisi    penduduk    indonesia menurut   sensus terakhir   pada tahun 2000 bahwa sekitar 60% atau sebagian besar    penduduk    indonesia    saat  ini  masih   bertempat    tinggal   di  kawasan permukiman pedesaan. Maka menjadi sangat logis apabila pembangunan desa menjadi prioritas utama bagi kesuksesan pembangunan nasional. agar   dapat  melaksanakan   perannya   dalam   mengatur   dan    mengurus komunitasnya,   desa   berdasarkan   ketentuan   peraturan   pemerintah   nomor   72 tahun 2005, diberikan kewenangan yang mencakup:
a.       Urusan pemerintahan yang sudah ada berdasarkan hak asal usul desa;
b.      Urusan    pemerintahan    yang   menjadi   kewenangan      kabupaten/kota    yang diserahkan pengaturannya kepada desa;
c.       Tugas pembantuan dari pemerintah, pemerintah provinsi, dan pemerintah kabupaten/kota; dan
d.      Urusan    pemerintahan    lainnya  yang   oleh  peraturan  perundang-undangan diserahkan kepada desa.  
Sebagai   konsekuensi    logis  adanya   kewenangan     dan  tuntutan   dari pelaksanaan     otonomi    desa   adalah   tersedianya   dana   yang   cukup.   Sadu Wasistiono     (  2006;107   )  menyatakan    bahwa    pembiayaan    atau   keuangan merupakan faktor essensial dalam mendukung penyelenggaraan otonomi desa, sebagaimana juga  pada  penyelenggaraan     otonomi   daerah.   sejalan  dengan pendapat    yang   mengatakan    bahwa    “  autonomy  “  indentik  dengan   “  auto money “, maka untuk mengatur dan mengurus rumah tangganya sendiri desa membutuhkan dana atau biaya yang memadai sebagai dukungan pelaksanaan kewenangan yang dimilikinya.
Sumber   pendapatan   desa   berdasarkan    pasal   212   ayat   (3)   undang- undang nomor 32 tahun 2004 terdiri dari :
a.       Pendapatan asli desa,
b.      Bagi hasil pajak daerah dan retribusi daerah kabupaten/kota;
c.       Bagian   dari   dana   perimbangan   keuangan   pusat   dan   daerah   yang   diterima oleh kabupaten/kota;
d.      Bantuan      dari    pemerintah,       pemerintah      provinsi      dan    pemerintah kabupaten/kota;
e.       Hibah dan sumbangan dari pihak ketiga.
Tujuan   pemberian   bantuan   langsung   alokasi   dana   desa   antara   lain meliputi:
a.       Meningkatkan   penyelenggaraan   pemerintahan   desa   dalam   melaksanakan pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan sesuai dengan kewenangannya.
b.      Meningkatkan kemampuan lembaga kemasyarakatan di  desa dalam perencanaan,       pelaksanaan dan pengendalian pembangunan secarapartisipatif sesuai dengan potensi yang dimiliki.
c.       Meningkatkan pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan kesempatan berusaha bagi   masyarakat     desa   serta   dalam    rangka   pengembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
d.      Mendorong peningkatan partisipasi swadaya gotong royong masyarakat di  dalam   pelaksanaan     bantuan    alokasi    dana    desa.
Sekian banyak desa yang ada di Indonesia, banyak yang belum begitu mengembangkan serta memanfaatkan Alokasi Dana Desa (ADD) sesuai yang diharapkan masyarakat seperti yang terjadi di Desa Baran Melintang. Hal inilah yang jadi pengaruh besar bagi masyarakat dalam rangka menumbuhkan ekonomi yang baik untuk kesejahteraan hidup.
Dari alasan yang diterangkan diatas penulis menulis makalah yang berjudul “Implementasi Kebijakan Alokasi Dana Desa Mempengaruhi Keadaan Masyarakat di Wilayah Desa Baran Melintang.”
B.   Masalah
a.       Kurangnya kejelasan pada alokasi dana desa
b.      Penyebab terjadinya implementasi kebijaksanaan dana desa
c.       Akibat yang ditimbulkan oleh implementasi kebijaksanaan dana desa
d.      Kurangnya pemahaman masyarakat tentang dana desa
e.       Kurangnnya perhatian kepala desa terhadap masyarakat
f.       Pengalokasian dana desa yang tidak menyebar
g.      Pengambilan keputusan yang tidak sesuai
h.      Perekonomian masyarakat yang tidak stabil
i.        Kekuasaan yang tergolong nepotisme
j.        Pemerintahan yang kurang teratur
C.   Batasan Masalah
a.       Kurangnya kejelasan aparat tentang dana desa kepada masyarakat
b.      Akibat yang ditimbulkan oleh implementasi kebijaksanaan dana desa bagi masyarakat
D.   Perumusan Masalah
a.       Apakah penyebab terjadinya implementasi kebijaksanaan alokasi dana desa?
b.      Apakah akibat dari implementasi kebijaksanaan alokasi dana desa bagi masyarakat?
E.  Tujuan Penulisan
a.      Memberikan   gambaran   pelaksanaan   alokasi   dana   desa   di   Desa Baran Melintang Kecamtan Pulau Merbau.
b.      Mengidentifikasikan     faktor-faktor    yang    mempengaruhi  implementasi kebijaksanaan  alokasi dana desa di Desa Baran Melintang Kecamatan Pulau Merbau
F.  Manfaat Penelitian
a.       Makalah ini akan memberikan gambaran kepada penulis, untuk menjadi bahan pembelajaran faktor-faktor penyebab dari implementasi kebijaksaan alokasi dana desa
b.      Bagi mahasiswa semoga makalah ini dapat dijadikan pembelajaran dalam proses pemahaman kebijaksanaan alokasi dana desa
c.       Bagi pihak kampus diharapkan makalah   ini   diharapkan   dapat   menjadi   media untuk     mengaplikasikan      berbagai    teori  yang    dipelajari,  sehingga    akan berguna   dalam   pengembangan   pemahaman,   penalaran,   dan   pengalaman penulis, juga berguna bagi pengembangan ilmu pengetahuan dalam bidang ilmu sosial, khusunya ilmu pemerintahan,    sehingga     dapat dikembangkan lebih lanjut dalam penelitian-penelitian berikutnya.
d.      Bagi pihak pemerintah makalah  ini  diharapkan     akan   memberikan masukan      pada    pihak-pihak  yang berkepentingan  untuk   mengambil  keputusan dalam permasalahan alokasi dana desa serupa, sebagai bahan kajian    bagi   pihak   yang    terkait  dengan    kebijakan     ini  sehingga    dapat mengoptimalkan keberhasilan kebijakan
BAB II
PEMBAHASAN
A.    Landasan Teori
Dewasa ini istilah kebijakan lebih sering dan secara luas dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan pemerintah  serta perilaku negara pada umumnya, atau seringkali diberikan makna sebagai tindakan politik. hal ini semakin jelas dengan adanya konsep kebijakan dari:
Carl Freidrich yang mendefinisikan kebijakan sebagai  serangkaian tindakan   yang   yang diusulkan  oleh   seseorang, kelompok atau  pemerintah  dalam   lingkungan tertentu dengan menunjukkan hambatan-hambatan dan  kesempatan.
            James E.  Anderson  mendefinisikan kebijaksanaan adalah  serangkaian tindakan yang mempunyai tujuan tertentu yang diikuti dan dilaksanakan oleh seseorang pelaku atau sekelompok pelaku     guna    memecahkan       suatu   masalah    tertentu).   sedangkan     amara raksasataya menyebutkan  bahwa    kebijaksanaan     adalah   suatu   taktik  dan strategi   yang   diarahkan   untuk   mencapai   suatu   tujuan.   oleh   karena   itu   suatu kebijaksanaan harus memuat 3 (tiga) elemen, yaitu :
a.       Identifikasi dari tujuan yang ingin dicapai.
b.      Taktik   atau   strategi   dari   berbagai   langkah   untuk   mencapai   tujuan   yang diinginkan.
c.       Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata  dari taktik atau strategi. sedangkan      pemahaman        mengenai     kebijakan     publik    sendiri   masih terjadi adanya silang pendapat dari para ahli.
Oleh    karena  itu kebijakan     publik  yang dilakukan      oleh  pemerintah     untuk    mengatasi    persoalan-persoalan     yang muncul ditengah-tengah masyarakat untuk dicarikan jalan keluar baik melalui peraturan      perundang-undangan,        peraturan    pemerintah,     keputusan     pejabat birokrasi dan keputusan lainnya termasuk peraturan daerah, keputusan pejabat politik dan sebagainya.
Dalam      perannya    untuk    pemecahan      masalah tahap penting dalam pemecahan masalah publik melalui kebijakan adalah :
a.       Penetapan agenda kebijakan
b.      Formulasi kebijakan
c.       Adopsi kebijakan
d.      Implementasi kebijakan
e.       Penilaian kebijakan
Setiap tahap dalam pengambilan kebijakan harus dilaksanakan dan dengan  memperhatikan sisi ketergantungan masalah satu dengan yang lainnya
Sehingga    benar    adanya    apa   yang   dilakukan    ataupun    tidak dilakukan pemerintah dapat saja dipandang sebagai sebuah pilihan kebijakan. sebagai    tindak   lanjut  undang-undang        nomor    32   tahun   2004   dan peraturan    pemerintah     nomor    72   tahun  2005   khususnya   dalam   pengaturan alokasi dana desa     pemerintah kabupaten grobogan telah membuat kebijakan alokasi   dana   desa   melalui   surat   bupati   grobogan   nomor   412.6/302   perihal petunjuk   teknis   alokasi   dana   desa/kelurahan  kabupaten   grobogan   tahun anggaran      2007   yang   merupakan     kebijakan    publik   yang   berorientasi  pada peningkatan   pendapatan   desa,   sehingga   desa   dapat   tumbuh   dan   berkembang mengikuti   pertumbuhan   dari   desa   itu   sendiri,   berdasarkan   keanekaragaman,  partisipasi, otonomi asli, demokratisasi dan pemberdayaan masyarakat.
Kebijakan publik selalu mengandung setidak-tidaknya tiga komponen dasar,   yaitu  tujuan   yang   jelas,  sasaran  yang   spesifik,  dan  cara  mencapai sasaran   tersebut.   komponen   yang   ketiga   biasanya   belum   dijelaskan   secara rinci dan   birokrasi yang   harus   menerjemahkannya  sebagai   program  aksi  dan proyek. komponen cara berkaitan siapa pelaksananya, berapa besar dan dari mana     dana   diperoleh,    siapa  kelompok     sasarannya,    bagaimana     program dilaksanakan      atau    bagaimana     system     manajemennya       dan    bagaimana keberhasilan   atau   kinerja   kebijakan   diukur.   komponen   inilah   yang   disebut dengan implementasi. implementasi   kebijakan,   sesungguhnya   bukanlah   sekedar   bersangkut paut   dengan    mekanisme     penjabaran   keputusan-keputusan      politik  ke  dalam prosedur-prosedur rutin lewat saluran-saluran birokrasi,   melainkan lebih dari pada    itu,  ia  menyangkut      masalah    konflik,   keputusan     dan   siapa  yang memperoleh       apa  dari  suatu  kebijakan bahwa    implementasi   kebijakan     merupakan aspek    penting   dari   keseluruhan    proses   kebijakan.   oleh   sebab    itu  tidak berlebihan    jika  dikatakan    implementasi    kebijakan    merupakan     aspek  yang  penting    dari  keseluruhan    proses  kebijakan.   bahkan    udoji   mengatakan pelaksanaan     kebijakan     adalah sesuatu     yang    penting,    bahkan     jauh    lebih   penting     daripada     pembuatan kebijakan.     kebijakan-kebijakan        akan   sekedar     berupa    impian    atau  rencana bagus yang tersimpan rapi dalam arsip kalau tidak diimplemantasikan
Berdasarkan      pendapat    para   ahli  di   atas  dapat   dijelaskan    bahwa implementasi   kebijakan   publik   yang   dimaksud   dalam   makalah ini   adalah implementasi alokasi dana desa baran melintang  sedangkan     fenomena     yang  digunakan     untuk   mengukur     keberhasilan implementasi dari perihal petunjuk alokasi dana desa baran melintang adalah :
a.       Meningkatnya   penyelenggaraan   pemerintahan   desa   dalam   melaksanakan  pelayanan pemerintahan, pembangunan dan kemasyarakatan.
b.      Meningkatnya       kemampuan       lembaga     kemasyarakatan      di   desa   dalam  perencanaan,       pelaksanaan      dan    pengendalian      pembangunan        secara  partisipatif sesuai dengan potensi yang dimiliki.
c.       Meningkatnya pemerataan pendapatan, kesempatan kerja dan kesempatan berusaha     bagi    masyarakat     desa   serta  dalam     rangka   pengembangan kegiatan sosial ekonomi masyarakat.
d.      Meningkatnya partisipasi swadaya gotong royong masyarakat.
Untuk dapat mengimplementasikan kebijakan secara sempurna maka diperlukan beberapa persyaratan, antara lain:
a.       Kondisi eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana;
b.      Tersedia waktu dan sumber daya;
c.       Keterpaduan sumber daya yang diperlukan; 
d.      Implementasi didasarkan pada hubungan kausalitas yang handal; 
e.       Hubungan     kausalitas   bersifat  langsung    dan   hanya    sedikit  mata   rantai penghubung;
f.       Hubungan ketergantungan harus dapat diminimalkan;
g.      Kesamaan persepsi dan kesepakatan terhadap tujuan;
h.      Tugas-tugas diperinci dan diurutkan secara sistematis;
i.        Komunikasi dan koordinasi yang baik;
j.        Pihak-pihak yang berwenang dapat menuntut kepatuhan pihak lain.
BAB III
PENUTUP
A.    Simpulan
a.       Implementasi kebijaksanaan alokasi dana desa di Desa Baran Melintang sangat berpengaruh keadaan masyarakat karena kurang meratanya pembangunan membuat ekonomi masyarakat tidak stabil, kebijakan lebih sering dan secara luas dipergunakan dalam kaitannya dengan tindakan-tindakan atau kegiatan-kegiatan pemerintah  serta perilaku aparat desa pada umumnya, atau seringkali diberikan makna sebagai tindakan politik.
b.      Faktor-faktor penyebab implementasi kebijaksanaan alokasi dana desa yaitu Kondisi yang tidak eksternal yang dihadapi oleh badan/instansi pelaksana, tidak tersedia waktu dan sumber daya, kurangnya keterpaduan sumber daya yang diperlukan, implementasi tidak didasarkan pada hubungan kausalitas yang handal, hubungan kausalitas   tidak bersifat  langsung    dan   banyak  mata   rantai penghubung, hubungan ketergantungan tidak dapat diminimalkan; kurangnya kesamaan persepsi dan kesepakatan terhadap tujuan, tugas-tugas tidak diperinci dan diurutkan secara sistematis, kurangnya komunikasi dan koordinasi yang baik dan pihak-pihak yang berwenang tidak dapat menuntut kepatuhan pihak lain.
B.      Saran
Kepada aparat pemerintah di Desa Baran Melintang agar bisa mengubah pola berpilitik yang tidak baik menjadi yang lebih baik, mampu pengalokasian dana desa tepat dengan sasaran yang diharapkan dan  menyebar dengan merata. Kepada pembaca diharapkan dapat mengambil pelajaran dari apa yang terjadi di Desa Baran Melintang.

Makalah Berpikir Benar, Pengertian,dan contoh.

By : Sopriadi Ahmad
Berpikir Benar, Pengertian,dan contoh.





BAB I
PENGANTAR
I.                   Latar Belakang
Logika tidak mempelajari cara atau metode berpikir dari semua ragamnya, tetapi pemikiran yang paling sehat dan praktis. Banyak jalan pemikiran kita dipengaruhi oleh keyakinan, pola berpikir kelompok, kecenderungan pribadi, pergaulan dan sugesti. Juga banyak pemikiran yang diungkapkan sebagai luapan emosi seperti caci maki, kata pujian atau pernyataan keheranan dan kekaguman. Ada juga pemikiran yang diungkapkan dengan argumentasi yang secara sepintas kelihatan benar untuk memutar - balikkan kenyataan dengan tujuan memperoleh keuntungan pribadi maupun golongan.
Logika menyelidiki, menyeleksi, dan menilai pemikiran dengan cara serius dan terpelajar serta bertujuan untuk mendapatkan kebenaran, terlepas dari segala kepentingan dan keinginan perorangan. Logika merumuskan serta menerapkan hukum - hukum dan patokan - patokan yang harus ditaati agar seseorang dapat berpikir benar, efisien, sistematis, dan teratur. Dengan demikian ada dua obyek penyelidikan Ilmu Logika (Ilmu Mantiq), Pertama, Pemikiran sebagai obyek material. Kita mengenalnya dengan nama Logika Material (al-Mantiq al-Maddi) dan Yang Kedua, Patokan-patokan atau hukum - hukum berpikir benar sebagai obyek formalnya, yang disebut Logika Formal (al-Mantiq as-Suwari ).
II.                Rumusan Masalah
a)      Pengertian Berpikir Benar
b)      Cara Berpikir Benar
c)      Contoh Berpikir Benar
BAB II
PEMBAHASAN
       I.            Pengertian Berpikir Benar
Pikiran Positif Merupakan Pikiran Yang Dapat Memperkuat Karakter / Kepribadian, Karena Pikiran Positif Tidak Membuat Kita Lemah Namun Justru Membuat Diri Kita Menjadi Kuat. Jadi Kita Tak Perlu Ragu Dan Takut Akan Kemampuan Kita,  Justru Sebaliknya Kita Harus Percaya Pada Kemampuan Kita. Dalam Membangun Kebiasaan Positif Dengan Hanya Melihat Yang Terbaik Dalam Diri Anda Ddan Orang Lain, Percaya Bahwa Anda Mampu Melakukan Hal Besar. Perlu Ditekankan Bahwa Pikiran Kita Memang Menentukan Keberhasilan Kita, Karena Apa Yang Anda Lakukan Kemarin Menentukan Diri Anda Hari Ini, Dan Apa Yang Anda Lakukan Hari Ini Menentukan Jadi Apa Anda Besok.
Memang Sulit Untuk Terus Berpikir Positif Ketika Keadaan Kita Berlawanan Dengan Mimpi Dan Harapan Kita. Namun Ketika Kita Membiasakan Diri Untuk Terus Berpikir Positif, Nantinya  Kebiasaan Itu  Akan Menjadi Suatu Daya Tarik Bagi Kita. Semakin Hari  Pikiran Baik Kita Akan Menjadi Semakin Besar, Sehingga Kita Akan Bisa Melakukan Hal - Hal Yang Kelihatannya Mustahil.
Berpikir Positif Sangat Penting Untuk Diterapkan Dalam Kehidupan, Karena Pikiran Itu  Dapat Mempengaruhi Anda Untuk Melakukan Hal -Hal Yang Tepat. Kebanyakan Orang Yang Salah Mengambil Profesi Atau Bisnis Karena Mereka Tidak Berpikir Matang Atau Positif. Mereka Tidak Bisa Membuat Pilihan Yang Tepat Bagi Hidup Mereka Sendiri.
Pikiran Yang Terisi Dengan Hal - Hal Positif Dapat Membangun Karakter Serta Nasib Anda. Maka Sepatutnyalah Kita Tidak Menyia - Nyiakannya Dengan Hal - Hal Yang Negatif. Orang Yang Berpikir Positif Akan Mempunyai Alasan Untuk Bangga Pada Diri Mereka Sendiri Dan Akan Bisa Menjalani Hidup Dengan Lebih Semangat. Tak Ada Kekurangan, Keterbatasan Kebimbangan, Atau Rasa Takut, Karena Mereka Telah Merubahnya Menjadi Kekuatan. Mereka Telah Terbiasa Menerima Pikiran Positif Serta Membuang Semua Pikiran Negatif Dari Otaknya.
Karena Pikiran Negatif Akan Membawa Kehancuran Yang Tidak Menghasilkan Apapun Kecuali Rasa Takut, Rasa Putus Asa , Dan Bahklan Kegagalan Yang Sangat Menyakitkan. Dengan  Berpikir Positif Maka Anda Adalah Orang  Optimist Yang Tidak Akan Fokus Pada Keburukan Diri Sendiri Ataupun Orang Lain.
Salah Satu Hal Yang Dapat Dilakukan Untuk Membiasakan Berpikir Positif Adalah Dengan Memfokuskan Diri Pada Potensi Anda. Mulailah Dengan Membuat Penilaian Jujur Tentang Kemampuan Anda Sendiri. Fokuskanlah Diri Anda Pada Hal - Hal Yang Bisa Anda Lakukan. Jangan Fokuskan Diri Anda Pada Hal Yang Negatif, Yaitu Kelemahan Anda, Fokuslah Pada Potensi Yang Anda Miliki. Sebab Jika Anda Fokus Pada Kelemahan Anda, Berarti Anda Membiarkan Kelemahan Tersebut Menentukan Hasil Yang Anda Dapatkan. Begitupun Sebaliknya Jika Anda Hanya  Memikirkan Kekuatan / Kelebihan, Maka Anda Lah Yang Akan  Menentukan Hasil Yang Anda Dapatkan.
Teruskanlah Berpikir Positif Karena Keberanian Sejati Timbul Daari Kesabaran Yang Terus Menerus. Biasakanlah Untuk Selalu Mengarahkan Pikiran Kita Pada Hal - Hal Besar Dan Inspiratif. Sehingga Pikiran Besar Dari Orang Lain Bisa Menjadi Milik Kita, Dan Kita Dapat Hidup Dengan Potensi Kita Yang Sebesar – Besarnya.
    II.            Cara Berpikir Benar
Cara berfikir yang benar adalah cara berfikir yang sesuia dengan kenyataan konkrit. Tidak berfikir sesuai dengan keinginan atau fikiran kita sendiri yang sifatnya subyektif, karena pada dasarnya ide atau pikiran berasal dari situasi konkrit atau kenyataan. Ada beberapa prinsip yang penting dan menjadi dasar dalam berfikir secara benar, yaitu:
o   Pertama, Antara satu hal dan hal yang lain memiliki saling hubungan yang konkrit. Untuk dapat memahami dan mengerti suatu hal, tidak bisa dipisahkan dari saling hubungannya dengan hal hal lain di sekitarnya. agar dapat memahami persoalan kaum tani/nelayan dengan sebaik baiknya, maka kita harus melihat saling hubungannya dengan kebijakan negara, saling hubungannya dengan imperialisme, saling hubungannya dengan keberadaan tuan tanah, saling hubungannya dengan persoala buruh dan sebagainya.
o   Kedua, segala sesuatu selalu dalam keadaan berubah dan berkembang. Berarti bahwa segala sesuatu tidak dalam keadaan yang selalu sama dan tetap. Seperti misalnya diri kita juga mengalami perubahan dan perkembangan. Dari mulai lahir, masa kanak kanak, masa remaja, masa dewasa, berkeluarga, masa tua dan kemudian mati. Demikian juga organisasi tani/nelayan, dari mulai tidak ada, kecil, berkembang, mungkin ada masalah (penyakit), kuat dan kemudian besar.  
o   Ketiga, perubahan atau perkembangan bergerak ke arah yang lebih maju dan bersegi hari depan. Perkembangan tidak pernah bergerak mundur, tetapi maju dan berpihak pada yang bersegi hari depan. Sistem yang menindas kaum tani/nelayan yaitu imperialisme dan feodalisme adalah sistem yang sudah usang dan sekarat. karena sistem tersebut megakibatkan penindasan dan kemiskinan. Kaum tani /nelayan sudah tidak menghendakinya serta selalu bangkit melakukan perlawanan. Hal ini tentunya bertentangan dengan pikiran musuh musuh rakyat, bahwa segala sesuatu adalah tetap dan tidak berubah. Sehingga sistem yang menindas rakyat akan terus bertahan dan tetap.
o   Keempat, perubahan atau perkembangan segala sesuatu ditentukan oleh faktor dalam atau kekuatan internal. Hal ini bertentangan dengan pikiran metafisis bahwa perubahan lebih ditentukan oleh faktor luar. Misalnya sebuah telur berubah menjadi anak ayam lebih ditentukan oleh pergerakan unsur unsur kehidupan yang ada didalam putih dan kuning telur. Sementara suhu, atau panas dari luar baik berupa panas alami dari tubuh induk ayam maupun panas buatan seperti listrik lebih bersifat mempengaruhi atau membantu menetasnya anak ayam. Kebenaran kesimpulan tersebut dibuktikan ketika sebuah batu dierami oleh induk ayam atau diberi panas buatan, maka tidak dapat menetas menjadi anak ayam. Demikian juga perjuangan kaum tani/nelayan, lebih ditentukan oleh kekuatan internal kaum tani/nelayan sendiri, jika kaum tani/nelayan tidak mau bangkit bergerak dan berorganisasi, maka keadaan  kaum tani/nelayan tidak  akan menjadi lebih baik ke depan. Kehadiran faktor luar seperti aktifis, LSM, Pemerintah lebih merupakan faktor yang mempengaruhi tidak menentukan kebenaran.
Untuk dapat memiliki cara berpikir yang benar, maka kita dapat melakukan hal-hal sebagai berikut :
III.             Terlibat langsung dalam praktek sosial. Jika kita ingin memiliki pikiran yang benar tentang persoalan kaum tani, maka kita harus terlibat langsung dalam kehidupan dan perjuangan kaum tani. Karena tanpa itu, maka kita tidak akan dapat merasakan sungguh-sungguh suka duka dan persoalan kaum tani. Demikian juga jika kita ingin memiliki pikiran yang benar tentang perjuangan kaum tani, maka kita juga harus terlibat langsung dalam perjuangan kaum tani.
IV.             Membangun tradisi penyelidikan sosial. Jika kita ingin memiliki pikiran yang benar tentang kenyataan maka kita harus mau untuk menyelidiki keadaan sosial yang ada. Jangan sampai kita mengeluarkan banyak pernyataan dan pikiran tanpa terlebih dulu mengetahui kenyataan yang sesungguhnya. Untuk mengetahui bagaimana perkembangan organisasi tani di pedesaan, maka kita tidak boleh segan-segan ke desa melakukan penyelidikan sosial tentang organisasi tani.
V.                Membiasakan diri untuk berpikir hati-hati dan dari banyak segi tentang segala sesuatu. Pepatah lama mengatakan sekali kening berkerut, timbullah kebijaksanaan. Jika kita ingin mengetahui sesuatu dengan benar dan tepat, maka harus memikirkan dengan hati-hati dan tidak dengan serba terburu-buru. Kita harus mampu untuk menganalisis sebuah persoalan secara mendalam dari banyak segi dan saling hubungannya dengan persoalan lain. Dengan demikian kita dapat secara persis mengetahui sebab-sebab mendasar dari persoalan tersebut dan merumuskan jalan keluarnya.
 III.            Contoh Berpikir Benar
Sebuah kisah nyata
Ada seorang ibu rumah tangga yang memiliki 4 anak laki-laki. Urusan belanja, cucian, makan, kebersihan & kerapihan rumah dapatditanganinya dengan baik. Rumah tampak selalu rapih, bersih & teratur dan suami serta anak-anaknya sangat menghargai pengabdiannya itu. Cuma ada satu masalah, ibu yg pembersih ini sangat tidak suka kalau karpet di rumahnya kotor. Ia bisa meledak dan marah berkepanjangan hanya gara-gara melihat jejak sepatu di atas karpet, dan suasana tidak enak akan berlangsung seharian. Padahal, dengan 4 anak laki-laki di rumah, hal ini mudah sekali terjadi terjadi dan menyiksanya. Atas saran keluarganya, ia pergi menemui seorang psikolog bernama
Virginia Satir, dan menceritakan masalahnya. Setelah mendengarkan cerita sang ibu dengan penuh perhatian, Virginia Satir tersenyum & berkata kepada sang ibu : "Ibu harap tutup mata ibu dan bayangkan apa yang akan saya katakan" Ibuitu kemudian menutup matanya. "Bayangkan rumah ibu yang rapih dan karpet ibu yang bersih mengembang, tak ternoda, tanpa kotoran, tanpa jejak sepatu, bagaimana perasaan ibu?" Sambil tetap menutup mata, senyum ibu itu merekah, mukanya yg murung berubah cerah. Ia tampak senang dengan bayangan yang dilihatnya. Virginia Satir melanjutkan; "Itu artinya tidak ada seorangpun di rumah ibu. Tak ada suami, tak ada anak-anak, tak terdengar gurau canda dan tawa ceria mereka. Rumah ibu sepi dan kosong tanpa orang-orang yang ibu
kasihi". Seketika muka ibu itu berubah keruh, senyumnya langsung menghilang,
napasnya mengandung isak. Perasaannya terguncang. Pikirannya langsung cemas membayangkan apa yang tengah terjadi pada suami dan anak-anaknya. "Sekarang lihat kembali karpet itu, ibu melihat jejak sepatu & kotoran disana, artinya suami dan anak-anak ibu ada di rumah, orang-orang yang ibu cintai ada bersama ibu dan kehadiran mereka menghangatkan hati ibu". Ibu itu mulai tersenyum kembali, ia merasa nyaman dengan visualisasi tsb. "Sekarang bukalah mata ibu" Ibu itu membuka matanya "Bagaimana, apakah karpet kotor masih menjadi masalah buat ibu?" Ibu itu tersenyum dan menggelengkan kepalanya. "Aku tahu maksud anda" ujar sang ibu, "Jika kita melihat dengan sudut yang tepat, maka hal yang tampak negatif dapat dilihat secara positif". Sejak saat itu, sang ibu tak pernah lagi mengeluh soal karpetnya yang
kotor, karena setiap melihat jejak sepatu disana, ia tahu, keluarga yg dikasihinya ada di rumah. Kisah di atas adalah kisah nyata. Virginia Satir adalah seorang psikolog terkenal yang mengilhami Richard Binder & John Adler untuk menciptakan NLP (Neurolinguistic Programming) . Dan teknik yang dipakainya di atas disebut Reframing, yaitu bagaimana kita 'membingkai ulang' sudut pandang kita sehingga sesuatu yg tadinya negatif dapat menjadi positif, salah satu caranya dengan mengubah sudut pandangnya.
Berikut ini beberapa contoh pengubahan sudut pandang agar kita bias berpikir benar :
Saya BERSYUKUR;
1. Untuk istri yang mengatakan malam ini kita hanya makan mie instan,
karena itu artinya ia bersamaku bukan dengan orang lain.
2. Untuk suami yang hanya duduk malas di sofa menonton TV, karena itu
artinya ia berada di rumah dan bukan di bar, kafe, atau di tempat mesum.
3. Untuk anak-anak yang ribut mengeluh tentang banyak hal, karena itu
artinya mereka di rumah dan tidak jadi anak jalanan
4. Untuk Tagihan Pajak yang cukup besar, karena itu artinya saya bekerja
dan digaji tinggi
5. Untuk sampah dan kotoran bekas pesta yang harus saya bersihkan,
karena itu artinya keluarga kami dikelilingi banyak teman
6. Untuk pakaian yang mulai kesempitan, karena itu artinya saya cukup
makan
7. Untuk rasa lelah, capai dan penat di penghujung hari, karena itu
artinya saya masih mampu bekerja keras
8. Untuk semua kritik yang saya dengar tentang pemerintah, karena itu
artinya masih ada kebebasan berpendapat
9. Untuk bunyi alarm keras jam 5 pagi yg membangunkan saya, karena itu
artinya saya masih bisa terbangun, masih hidup
10. Untuk semua masalah dan penderitaan hidup yang saya alami, karena
itu artinya saya memiliki pengharapan hidup kekal yang penuh sukacita di
surga.

MAKALAH KONFLIK AMBON DAN PATOLOGI SOSIAL MAKALAH

By : Sopriadi Ahmad
KONFLIK AMBON DAN PATOLOGI SOSIAL
MAKALAH


 
BAB I
PENDAHULUAN
A.Latar Belakang
Kehidupan ini selalu menunjukkan kondisi yang beragam. Keberagaman dalamkehidupan menunjukkan bahwa dunia dari kehidupan di dalamnya masih pada kondisinormal. Keberagaman dalam wadah kehidupan bak taman indah yang ditumbuhi beranekamacam tumbuhan dan bunga-bunga. Keberagaman menjadi indah apabila bisa tertata dengan baik sebagaimana juga keberagaman akan memperlihatkan keindahan yang eksotik jika bisadihargai oleh setiap kelompok yang ada. Keberagaman atau pluralitas dalam dialektikakehidupan beragama tentu sedikit menumbuhkan fenomena yang menarik untuk diteroponglebih dekat lagi.
Terdapat sejumlah persoalan yang perlu dicermati manakala agama bersinggungan dengan pluralitas social, dari mulai politik, adat, dan ekonomiKrisis jati diri bangsa yang paling mencekam muncul dalam sikap antipluralisme dikelangan sekelompok anak bangsa. Sebagian besar masyarakat, terutama kelompok-kelompok dominan, masih tidak memahami prinsip-prinsip pluralism dan multikulturalisme(M Dawan Rahardjo, 2010). Mereka bahkan curiga dan mearasa menghadapi ancaman.Padahal, justru kecurigaan dan kekhawatiran inilah yang menimbulkan konflik dan aksi-aksikekerasan yang cukup marak di Indonesia akhir-akhir ini.Melihat beberapa kejadian belakangan yang timbul di tanah air, maka perlumengangkat kembali pemahaman terhadap pluralism Indonesia sebagai satu kesatuan danmerupakan asset bangsa yang berperan besar dalam proses pembangunan dan pencapaiantujuan dan cita-cita bangsa.

 

BAB II

PEMBAHASAAN

A.    Pengertian Pluralisme

Secara terminologis, ”plural” adalah bentuk dasar dari kata pluralisme, yang artinya lebih dari satu. Sedangkan pluralisme ialah keadaan masyarakat yang majemuk (berkaitan dengan sistem sosial dan politik). Sedangkan secara etimologis, pluralisme memiliki banyak arti, tetapi pada dasarnyamemiliki kesamaan makna. Sebagian ada yang mengatakan bahwa pluralisme adalah sebuah pengakuan akan hukum Tuhan yang menciptakan manusia yang tidak hanya terdiri dari satu kelompok, suku, warna kulit, dan agama saja. Jadi, menurut pengertian ini, pluralisme mengakui perbedaan-perbedaan sebagai sebuah realitas yang pasti ada di mana saja.
Pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain. Mereka hidup bersama (koeksistensi) serta membuahkan hasil tanpa konflik asimilasi. Sebenarnya berbicara tentang konsep pluralisme, sama halnya membicarakan tentang sebuah konsep kemajemukan atau keberagaman, dimana jika kita kembali pada arti pluralisme itu sendiri bahwa pluralisme itu merupakan suatu kondisi masyarakat yang majemuk.
Kemajemukan disini dapat berarti kemajemukan dalam beragama, sosial dan budaya. Namun yang sering menjadi issu terhangat berada pada kemajemukan beragama. Pada prinsipnya, konsep pluralisme ini timbul setelah adanya konsep toleransi. Jadi ketika setiap individu mengaplikasikan konsep toleransi terhadap individu lainnya maka lahirlah pluralisme itu. Dalam konsep pluralisme-lah bangsa Indonesia yang beraneka ragam ini mulai dari suku, agama, ras, dan golongan dapat menjadi bangsa yang satu dan utuh.
Pluralisme sering diartikan sebagai paham yang mentoleransi adanya ragam pemikiran, agama, kebudayaan, peradaban dan lain-lain. Kemunculan ide pluralisme didasarkan pada sebuah keinginan untuk melenyapkan klaim kebenaran (truth claim) yang dianggap menjadi pemicu munculnya sikap ekstrem, radikal, perang atas nama agama, konflik horisontal, serta penindasan atas nama agama.
Menurut kaum pluralis, konflik dan kekerasan dengan mengatasnamakan agama baru sirna jika masing-masing agama tidak lagi menganggap agamanya yang paling benar. Lahirnya gagasan mengenai pluralisme (agama) sesungguhnya didasarkan pada sejumlah factor:
•Pertama
adanya keyakinan masing-masing pemeluk agama bahwa konsep ketuhanannyalah yang paling benar dan agamanyalah yang menjadi jalan keselamatan. Masing-masing pemeluk agama juga meyakini bahwa merekalah umat pilihan. Menurut kaum pluralis, keyakinan-keyakinah inilah yang sering memicu terjadinya kerenggangan, perpecahan bahkan konflik antar pemeluk agama. Karena itu, menurut mereka, diperlukan gagasan pluralisme sehingga agama tidak lagi berwajah eksklusif dan berpotensi memicu konflik.
•Kedua
faktor kepentingan ideologis dari Kapitalisme untuk melanggengkan dominasinya di dunia. Selain isu-isu demokrasi, hak asasi manusia dan kebebasan serta perdamaian dunia, pluralisme agama adalah sebuah gagasan yang terus disuarakan Kapitalisme global yang digalang Amerika Serikat untuk menghalang kebangkitan Islam.
B.     Konflik Ambon dan Patologi Sosial
Jakarta Ledakan konflik horizontal yang bernuansa suku, agama, ras dan golongan (SARA) yang terjadi di Ambon pada Ahad (11/9) yang lalu, adalah tanda bahwa Indonesia sangat rentan terhadap potensi konflik. Sebagai negara yang plural, maka kita harus antisipatif dalam membaca dan menalar koflik sebagai problem serius dan harus diselesaikan secara komprehensif.
Konflik memiliki definisi beragam karena beragamnya latar belakang dan perspektif. Tapi pada dasarnya, ada satu kata yang menjadi kesimpulan bersama para ahli tetang definisi konflik. Yaitu disebabkan karena terjadi disharmoni diantara elemen-elemen yang ada, baik dalam skala individu maupun kelompok.
Newstorm dan Davis (1977), melihat konflik sebagai warisan kehidupan sosial yang boleh berlaku dalam berbagai keadaan akibat daripada bangkitnya keadaan ketidaksetujuan, kontroversi dan pertentangan di antara dua pihak atau lebih pihak secara terus menerus. Dari perspektif behavioural, Muchlas (1999) menyebut konflik sebagai akibat dari terjadinya minteraktif individu atau kelompok sosial. Di Indonesia, konflik memiliki sejarah yang panjang. Sebagai negeri multikultural ini, setiap rezim pemerintahan di negeri ini memliki satu tugas yang sama yaitu menciptakan harmonisasi akibat seringnya terjadi konflik dengan berbagai latar belakang.
Dilihat dari strukturnya, ada dua konflik yaitu konflik vertikal dan konflik horizontal. Konflik vertikal biasanya bersifat elitis dan politis. Sedang konflik horizontal lebih pada latar belakang suku, agama, ras dan golongan (SARA), budaya dan ekonomi. Masa yang paling kelam dalam sejarah panjang konflik di Indonesia, terjadi pasca Reformasi tahun 1998. Terjadi ledakan konflik horizontal bernuansa SARA, diantaranya konflik Poso, konflik Ambon, konflik Dayak-Madura di Kalimantan. Serta konflik vertikal GAM hingga tahun 2005. Energi pemerintah mau tidak mau harus dikerahkan untuk meredam konflik hingga recovery pasca konflik.
Tak dapat dinafikan, jika konflik mempengaruhi NKRI secara keseluruhan. Baik kerugian sosial yang menjadi rentan akibat mudahnya masyarakat tersulut provokasi, maupun kerugian ekonomi karena sumber dana untuk menyelesaikan akibat yang ditimbulkan konflik tersebut. Seiring perjalanan kehidupan, sejarah konflik berkembang dengan motif beragam. Fritjof Chapra di dalam bukunya The Turning Point, menyebut konflik sebagai "penyakit peradaban". Fritjof Chapra membaca patologi sosial ini, sebagai bias dari anomali ekonomi dan krisis budaya.
Dari perspektif ekonomi, konflik lahir dari keterdesakan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia. Sumber daya ekonomi yang terbatas sementara kebutuhan tak terbatas memaksa manusia untuk bertindak nekad demi memenuhi kebutuhan.Sedang dari perspektif budaya, struktur sosial yang bergolak dan akhirnya melahirkan konflik, merupakan indikasi adanya proses transformasi sehingga menyebabkan rasa keterasingan dan mental ketertinggalan.
Menurut sejarawan Arnold Toynbee sebagaimana dikutif oleh Chapra, pergolakan budaya lahir dari pola interaksi sebagai cara sebuah peradaban melakukan dinamisasi untuk membentuk dirinya, mencari titik equilibrum.
Irama dalam pertumbuhan budaya tersebut menimbulkan fluktuasi yang saling mempengaruhi antara dua kutub, para filusuf Cina menyebutnya Yin dan Yang, Empedocles menyebut sebagai pertarungan cinta dan benci.
Toynbee menyebut hilangnya fleksibilitas di dalam masyarakat multikulural merupakan tanda-tanda keruntuhan sebuah budaya. Struktur sosial dan pola perilaku masyarakat menjadi kaku, masyarakat tidak lagi mampu menyesuaikan diri dalam kreativitas respons. Kekakuan dan hilangnya fleksibilitas ini menyebabkan pudarnya harmoni secara umum dan mengarahkan masyarakat pada meletusnya perpecahan dan kekacauan sosial.
Di sisi lain, globalisasi yang terjadi begitu derasnya, menyebabkan erosi dan shock budaya. Arus informasi yang menyerang dari berbagai lini kehidupan, merekonstruksi gaya baru dalam diri bangsa tercinta. Pada akhirnya, anak bangsa kehilangan jati diri akibat adanya polarisasi nilai-nilai luhur dan kearifan budaya lokal yang terkontaminasi oleh budaya asing. Friksi sosial budaya pada akhirnya melahirkan dua kelompok masyarakat (masyarakat konservatif dan masyarakat akomodatif tanpa reserve) tidak rukun. Sehingga disharmoni tersebut menjadi bom waktu bagi negara dengan masyarakat yang plural seperti Indonesia. Pancasila sebagai dasar kehidupan dan ciri budaya bangsa Indonesia, tidak tertutup dari perubahan. Sehingga nilai-nilai luhur dan pluralitas yang terkandung dalalm Pancasila, dapat merekatkan masyarakat dari semua golongan baik suku, agama, maupun afiliasi politik. Oleh karenanya, membaca tafsir dan membumikan kembali dasar dan ideologi negara (Pancasila) menjadi salah satu solusi atas konflik sosial yang sering terjadi.
Selain itu, konflik politik yang hari-hari ini justru bergeser pada elit bangsa akibat tarik menarik kepentingan pragmatis, menjadi tugas berat yang harus diakhiri. Karena elit bangsa adalah panutan masyarakat. Sehingga penulis memandang, bahwa sangat mendesak untuk terlebih dahulu menanamkan nilai-nilai Pancasila pada para pemimpin bangsa. Dibutuhkan peran aktif masyarakat untuk mengeliminir elit yang egois dan lebih mementingkan diri dan kelompoknya. Baik secara kolektif melalui pengawasan, maupun seleksi secara individu saat pemilihan umum.
Pemerintah juga perlu mendorong pemerataan pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan yang sering dibangga-banggakan itu, jangan hanya menjadi milik golongan tertentu atau dilakukan pada wilayah tertentu saja. Karena yang kita saksikan, konflik sosial-horizontal sering kali terjadi di wilayah yang mengalami kesenjangan sosial-ekonomi.Masyarakat harus diangkat strata kesejahteraannya, melalui penciptaan lapangan kerja dan pemberdayaan seluas-luas dan seadil-adilnya. Karena pengangguran dan kemiskinan adalah stimulus yang efektif memicu konflik.
Dari sisi psikologi sosial, konflik merupakan produk dari sikap emosional. Maka kedewasaan dan rasionalitas menyikapi berbagai upaya untuk memperkeruh keadaan menjadi fundamen yang urgen. Bahwa konflik hanya akan membawa kerugain bagi semua fihak. Maka damailah Indonesia.
BAB III
PENUTUP
A.    KESIMPULAN
Secara terminologis, ”plural” adalah bentuk dasar dari kata pluralisme, yang artinya lebih dari satu. Sedangkan pluralisme ialah keadaan masyarakat yang majemuk (berkaitan dengan sistem sosial dan politik). Sedangkan secara etimologis, pluralisme memiliki banyak arti, tetapi pada dasarnyamemiliki kesamaan makna. Sebagian ada yang mengatakan bahwa pluralisme adalah sebuah pengakuan akan hukum Tuhan yang menciptakan manusia yang tidak hanya terdiri dari satu kelompok, suku, warna kulit, dan agama saja.
Pluralisme adalah sebuah kerangka dimana ada interaksi beberapa kelompok-kelompok yang menunjukkan rasa saling menghormati dan toleransi satu sama lain.
B.  SARAN
1. Indonesia merupakan negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku, etnis, dan agama, oleh karena itu pluralisme sangat diperlukan.
2. Dalam Hal Ini Pmemerintah Harus Lebih Fokus Untuk Menyelesaikan Berbagai Konflik, Baik Pemerintah Pusat Atau Setempat. Dan Mencari Solusi Agar Masalah Dapat Terselesaikan.
3. Dari Segi Lain seperti tokoh-tokoh agama pun harus perihatin terhadap konflik yang terjadi, karena konflik tersebut pasti menyangkut teentang perbedaan keyakinan dan budaya.
DAFTAR PUSTAKA
Alister E. Mcgrath, 'Christian Theology: an Introduction, (Oxford: Blackwell Publisher, 1994). pp 458-459; Coser, Lewis, The Function of Social Conflict, (New York: Free Press, 1965).  Coser, Lewis, The Function of Social Conflict, (New York: Free Press, 1965).   
Coward, Harold, Pluralisme, Tantangan Agama-agama, ter. (Yogyakarta: Kanisius, 1989).
Blattberg, Charles. Oxford From Pluralist to Patriotic Politics: Putting Practice First, University Press, 2000.
Ethics: A Pluralistic Approach to Moral Theory, 2nd ed, Lawrence M. Hinman, Harcourt Brace, 1998.The Open Society and its Enemies, Karl Popper, Routledge, 1945

- Copyright © Contoh Makalah - Date A Live - Powered by Seyoenita - Designed by Sopriadi -