Popular Post

Posted by : Sopriadi Ahmad Selasa, 07 Mei 2013

MAKALAH POLITIK BIROKRASI
INDONESIA
Tentang:
 “Konsep Reveinting Goverment”










Di susun oleh :
1.    Sofia Rahmawati
2.    Eka Surya Dharma
3.    Kadri
4.    Wahidin
5.    Oloan Daulay


Prodi Ilmu Pemerintahan
UNIVERSITAS ABDURRAB PEKANBARU
2013


KATA PENGANTAR


Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas segala rahmat dan hidayah-Nya yang diberikan sehingga penulis dapat menyusun tugas makalah yang berjudul “ Konsep Reinventing Goverment”. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas individu mata kuliah Politik Birokrasi di Indonesia. Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, melalui kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing yang telah memberikan tugas ini, sehingga penulis bisa memahaminya
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penyususnan makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis sangat mengharapkan masukan, baik kritik maupun saran demi kelengkapan dan kebaikan makalah ini, penulis berharap semoga makalah ini dpat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca pada umumnya.

Mei,   2013

Penulis

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR    i
DAFTAR ISI    ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang    1
1.2 Rumusan Masalah    2
1.3 Tujuan    2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Goverment    4
2.2 Pengertian Reinventing Goverment    4
2.3 Prinsip Reinventing Goverment.    5
2.4 Strategi Reinventing Goverment.    8
2.5 Implementasi Reinventing Goverment    11
2.6 Reinventing Goverment di indonesia    12
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan    19
3.2 Saran        20
DAFTAR PUSTAKA

    
BAB I
PENDAHULUAN


1.1    Latar Belakang

Dunia saat ini telah berada dalam era yang disebut globalisasi, kondisi dimana terjadi prubahan signifikan dalam kebidupan suatu masyarakat yang tidak lagi dapat dibatasi oleh sekedar batas administrasi kewilayahan, karena pesatnya penemuan-penemuan teknologi Globalisasi dipengaruhi oleh inovasi teknologi di satu sisi dan persaingan dalam era perdagangan bebas disisi lain. Sementara W.W Rostow, (1960) dengan teorinya tentang 5 tahapan pertumbuhannya dapat dilihat dari sudut pandang ekonomi dalam lima kategori :
“It is possible to identify all sicieties, in their economic dimensions, as lying within one of five categories: the traditional society, the preconditions for takeoff, the take-off, the drive to maturity, and the age of high mass-consumption”.
Sejalan dengan pendapat Rostow, era globalisasi saat inii mengindikasikan bahwa masyarakat dunia pada umumnya telah memasuki tahapan the age ofhigh massconsumption atau tingkatan kelima. Kondisi dimana terjadi pergeseran pada sektor-sektor dominan terhadap kebutuhan barang dan jasa sejalan dengan peningkatan pendapat masyarakat. Sebagian besar masyarakat telah terpenuhi kebutuhan dasarnya yakni sandang, pangan dan papan serta berubahnya struktur angkatan kerja yang meningkat tidak hanya proporsi jumlah penduduk perkotaan melainkan juga jumlah angkatan kerja yang terampil. Menghadapi kondisi masyarakat tersebut di atas, maka diperlukan peran peran pemerintah dalam memberikan pelayanan secara ‘efektif, efisien dan secara professional. Pada akhir kekuatan Orde Baru, birokrasi pernah dikritik habis-habisan olehkalangan gerakan proreformasi. “Birokrasi dianggap sebagai salah satu “penyakit” yang menghambat akselerasi kesejahteraan masyarkat dan penyelenggaraan pemerintah yang sehat”. Ungkapan klasik dan kritis seperti “kalau bisa dipersulit, kenapa harusdipermudah,” “jika diberi jangka ditolak” misalnya, berkembang seiringdengan penampakan kinerja aparatur yang kurang baik di mata masyrakat. Ungkap itu menggambarkan betapa buruknya perilaku pelayanan birokrasi kita yang berpotensi menyuburkan praktik percalonan dan pungutan liar (rent seeking).
Kondisi inilah yang sebetulnya memunculkan iklim investasi di daerah kurang kompetitif. Kondisi pelayanan seperti ini perlu segera direfomasi guna mewujudkan kinerja birokrasi dan kinerja  pelayanan publik yang berkualitas. Menghadapi kondisi ini, maka pemerintah sebagai pelayan publik perlu berupaya untuk menekan sekecil mungkin terjadinya kesenjangan antara tuntutan pelayanan masyarakat dengan kemampuan aparatur pemeritah. Keterbatasan sarana dan prasarana yang telah ada tidak dapat dijadikan sebagai alasan pembenaran tentang tendahnya kualitas pelayanan. Kemandirian dan kemampuan yang handal dari pemerintah merupakan syarat mutlak agar tetap terrpeliharanya kepercayaan masyarakat. Maka pemerintah saat ini harus berupaya merupakan perannya untuk masa yang akan datang yaitu melalui penerapan konsep Reinventing Government.

1.2    Perumusan Masalah

1.    Apa pengertian Goverment?
2.    Apa itu Reinventing Goverment?
3.    Apa saja prinsip dari Reinventing Goverment?
4.    Bagaimana strategi Reinventing Goverment?
5.    Bagaimana Implementasi Reinventing Goverment?
6.    Bagaimana Reinventing di Indonesia?

1.3    Tujuan

1.3.1 Tujuan Umum

Untuk mengetahui Konsep Reinventing Goverment, khususnya pada Pemerintahan Indonesia.

1.3.2    Tujuan Khusus
1    Untuk mengetahui pengertian Goverment.
2.    Untuk mengetahui Reinventing Goverment.
3.    Untuk mengetahui prinsip dari Reinventing Goverment.
4.    Untuk mengetahui strategi Reinventing Goverment.
5.    Untuk mengetahui Implementasi Reinventing Goverment.
6.    Untuk mengetahui Reinventing di Indonesia.


BAB II
PEMBAHASAN



2.1 Pengertian Goverment

Pemerintah  adalah sistem untuk menjalankan wewenang dan kekuasaan dalam mengatur kehidupan sosial, ekonomi dan politik, suatu negara dan bagian-bagiannya.
Dalam bahasa inggris pemerintah memiliki padanan kata dengan ‘Goverment’ yang artinya:
“A group of people Governing a cauntry or state”
Jika di terjemahkan pengertian pemerintah dalam bahasa inggis tersebut  menjadi “sekelompok orang yang mengatur suatu negeri atau negara”.

2.2 Pengertian Reinventing Goverment

Menurut David Osborne dan Peter Plastrik (1997) dalam bukunya “Memangkas Birokrasi”, Reinventing Government adalah “transformasi system dan organisasi pemerintah secara fundamental guna menciptakan peningkatan dramatis dalam efektifitas, efesiensi, dan kemampuan mereka untuk melakukan inovasi. Transformasi ini dicapai dengan mengubah tujuan, system insentif, pertanggungjawaban, struktur kekuasaan dan budaya system dan organisasi pemerintahan”. Pembaharuan adalah dengan penggantian system yang birokratis menjadi system yang bersifat wirausaha. Pembaharuan dengan kata lain membuat pemerintah siap untuk menghadapi tantangan-tantangan dalam hal pelayanan terhadap masyarakat, menciptakan organisasi-organisasi yang mampu memperbaiki efektifitas dan efisiensi pada saat sekarang dan di masa yang akan datang.
Konsep reinventing government pada dasarnya merupakan representasi dari paradigma New Public Management dimana dalam New Public Management (NPM), negara dilihat sebagai perusahaan jasa modern yang kadang-kadang bersaing dengan pihak swasta, tapi di lain pihak dalam bidang-bidang tertentu memonopoli layanan jasa, namun tetap dengan kewajiban memberikan layanan dan kualitas yang maksimal. Segala hal yang tidak bermanfaat bagi masyarakat dianggap sebagai pemborosan dalam paradigma New Public Management (NPM). Warga pun tidak dilihat sebagai abdi lagi, tetapi sebagai pelanggan layanan publik yang karena pajak yang dibayarkan memiliki hak atas layanan dalam jumlah tertentu dan kualitas tertentu pula. Prinsip dalam New Public Management (NPM) berbunyi, “dekat dengan warga, memiliki mentalitas melayani, dan luwes serta inovatif dalam memberikan layanan jasa kepada warga”
Konsep reinventing government, apabila diterjemahkan dalam bahasa Indonesia konsep ini berarti menginventarisasikan lagi kegiatan pemerintah. Pada awalnya, gerakan reinventing government diilhami oleh beban pembiayaan birokrasi yang besar, namun dengan kinerja aparatur birokrasi yang rendah. Pressure dari publik sebagai pembayar pajak mendesak pemerintah untuk mengefisiensikan anggarannya dan meningkatkan kinerjanya. Pengoperasian fungsi pelayanan publik yang tidak dapat diefisiensikan lagi dan telah membebani keuangan Negara diminta untuk dikerjakan oleh sektor non-pemerintah. Dengan demikian, maka akan terjadi proses pereduksian peran dan fungsi pemerintah yang semula memonopoli semua bidang pelayanan publik, kini menjadi berbagi dengan pihak swasta, yang semula merupakan “big government” ingin dijadikan “small government” yang efektif, efisien, responsive, dan accountable terhadap kepentingan publik.

2.3 Prinsip Reinventing Goverment

Osborn dalam buku memangkas birokrasi. mengemukakan Prinsip-prinsip Reinventing Government ,yaitu :
1. Pemerintahan katalis
Pemerintahan yang memisahkan fungsi pemerintah sebagai pengarah ( membuat kebijakan ,peraturan,undang-undang) dengan fungsi pelaksana(penyampai jasa dan penegakan). Kemudian pemerintah menggunakan metode kontrak ,voucher hadiah ,insentif pajak dan sebagainya untuk membantu organisasi public untuk mencapai tujuan.

2. Pemerintah adalah Milik Masyarakat
Mengalihkan wewenang control yang dimiliki pemerintah kepada masyarakat dengan memberdayakan masyarakat sehingga mampu mengontrol pelayanan yang dilakukan birokrasi.

3. Pemerintah yang kompetitif
Pemerintaha kompetitif mensyaratkan persaingan diantara penyampai jasa atau pelayanan untuk bersaing berdasarkan kinerja dan harga.mereka memahami bahwa kompetisi adalah kekuatan fundamental untuk memaksa badan pemerintah untuk melakukan perbaikan.

4. Pemerintah berorientasi pada Misi
Pemerintah yang berorientasai misi melakukan deregulasi internal ,menghapus banyak peraturan internal dan secara radikal menyederhanakan system administrative, seperti anggaran ,kepegawaian dan pengadaan. Mereka mensyaratkan setiap badan pemerintah untuk mendapatkan misi yang jelas ,kemudian member kebebasan kepada manajer untuk menemukan cara terbaik mewujudkan misi tersebut dalam batas – batas legal.

5. Pemerintah berorientasi pada hasil
Pemerintah yang result oriented mengubah focus dari input( kepatuhan pada peraturan dan membelanjakan anggaran sesuai dengan ketetapan ) menjadi akuntabilitas pada keluaran atau hasil .mereka mengukur kinerja badan public,menetapkan target ,memberi imbalan kepada badan – badan yang mencapai atau melebihi target dan menggunakan anggaran untuk mengungkapakan tingkat kinerja yang diharapkan dalam besarnya anggaran.

6. Pemerintah berorientasi pada pelanggan
Pemerintah yang berorintasi pada pelanggan memperlakukan masyarakat sebagai pelanggan yang harus diberi pelayanan  dengan melakukan survey pelanggan,menetapkan standar pelayanan, ,memberi jaminan dan sebagainya. Pemerintah meredesain organisasinya untuk menyampaikan nilai maksimum kepada pelanggan.

7. Pemerintah wirausaha
Pemerintah berusaha memfokuskan energinya bukan sekedar untuk menghabiskan anggaran ,tetapi juga menghasilkan uang .pemerintah meminta masyarakat yang dilayani untuk membayar menuntut return on investment . mereka memamfaatkan insentif seperti dana usaha ,dana inovasi untuk mendorong para pimpinan badan pemerintah untuk berpikir mendapatkan dana operasional.

8. Pemerintah antisipatif
Pemerintah yang antisipatif adalah pemerintah yang berpikir kedepan . mereka mencoba mencegah timbulnya masalah dari pada memberikan pelayanan untuk menghilangkan masalah . mereka menggunakan perencanaan strategis , pemberian visi masa depan,dan berbagai metopde lain untuk melihat masa depan.

9. Pemerintahan desentralisasi
Pemerintah desentralisasi adalah pemerintah yang mendorong wewenang dari pusat pemerintahan melalui organisasi atau system,mendorong mereka yang lansung melakukan pelayanan atau pelaksana,untuk lebih berani membuat keputusan sendiri.

10.Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar
 Pemerintah yang berorientasi pada pasar sering memamfaatkan struktur pasar swasta untuk memecahkan masalah dari pada  menggunakan mekanisme administrative , seperti menyampaikan pelayanan atau perintah dan control dengan memamfaatkan peraturan . mereka menciptakan insentif keuangan , insentif pajak, pajak hijau, affluent fees. Dengan cara ini , organisasi swasta atau anggota masyarakat berprilaku yang mengarah pada pemecahan masalah sosial

Menurut Imawan, prinsip utama Reinventing Government terbagi menjadi 5, yaitu:
(1) Steering (mengendalikan, memfasilitasi aktivitas masyarakat).
(2) Empowering (memberdayakan anggota masyarakat).
(3) Meeting the need of the costumer, not bureaucracy.
(4) Earning
(5) Prevention.

2.4 Strategi Reinventing Goverment.

Adapun Strategi dari Reinventing Goverment ialah:
1. Strategi inti (the core strategy)
Strategi ini menentukan tujuan (the purpose) sebuah sistem dan organisasi publik. Jika sebuah organisasi tidak mempunyai tujuan yang jelas atau mempunyai tujuan yang banyak atau saling bertentangan, maka organisasi itu tidak dapat mencapai kinerja yang tinggi. Dengan kata lain, sebuah organisasi publik akan mampu bekerja secara efektif jika ia mempunyai tujuan yang spesifik. Oleh karena itu, adalah penting bagi para pemimpin organisasi-organisasi publik untuk menetapkan terlebih dahulu tujuan organisasinya secara spesifik.
Jadi dengan demikian penetapan visi dan misi organisasi juga mempunyai peran yang sama pentingnya dalam melengkapi tujuan organisasi publik. Hal ini penting sebagai usaha agar karyawan atau pegawai mempunyai arah dan pegangan yang jelas. Di luar itu, strategi ini terutama berkaitan dengan usaha-usaha memperbaiki pengarahan (steering).

2. Strategi konsekuensi (the consequences strategy)
Strategi ini menentukan insentif-insentif yang dibangun ke dalam sistem publik. Birokrasi memberikan para pegawainya insentif yang kuat untuk mengikuti peraturan-peraturan, dan sekaligus, mematuhinya. Pada model birokrasi lama, para pegawai atau karyawan memperoleh gaji yang sama terlepas dari yang mereka hasilkan.
Dalam rangka reinventing government, seperti diungkapkan oleh Osborne dan Plastrik, mengubah insentif adalah penting dengan cara menciptakan konsekuensi-konsekuensi bagi kinerja. Jika perlu, organisasi-organisasi publik perlu ditempatkan dalam dunia usaha (market place), dan membuat organisasi tergantung pada konsumennya untuk memperoleh penghasilan. Namun, jika hal ini tidak layak untuk dilakukan, maka perlu dibuat kontrak atau perjanjian guna menciptakan persaingan antara organisasi-organisasi publik dan swasta (atau persaingan antar organisasi publik).
Hal ini karena pasar dan persaingan menciptakan insentif-insentif yang jauh lebih kuat sehingga organisasi publik terdorong untuk memberikan perbaikan-perbaikan kinerja yang lebih besar. Insentif dan persaingan ini dapat mempunyai bentuk yang beragam, seperti tunjangan kesehatan, kenaikan gaji, atau memberikan penghargaan bagi organisasi-organisasi publik yang mempunyai kinerja yang lebih tinggi.

3. Strategi pelanggan (the customers strategy)
Strategi ini terutama memfokuskan pada pertanggungjawaban (accountability). Berbeda dengan birokrasi lama, dalam birokrasi model baru, tanggung jawab para pelaksana birokrasi publik hendaknya ditempatkan pada masyarakat, atau dalam konteks ini dianggap sebagai pelanggan. Dengan demikian, tanggung jawab tidak lagi semata-mata ditempatkan pada pejabat birokratis di atasnya, tetapi lebih didiversifikan kepada publik yang lebih luas.
 Model pertanggungjawaban seperti ini diharapkan dapat meningkatkan tekanan terhadap organisasi-organisasi publik untuk memperbaiki kinerja ataupun pengelolaan sumber-sumber organisasi. Selanjutnya, dengan memberikan pertanggungjawaban kepada masyarakat/konsumen, akan dapat menciptakan informasi, yaitu tentang kepuasan para konsumen terhadap hasil-hasil dan pelayanan pemerintahan tertentu. Dengan kata lain, penyerahan pertanggungan jawab kepada para konsumen berarti bahwa organisasi-organisasi publik harus mempunyai sasaran yang harus dicapai, yaitu meningkatkan kepuasan konsumen (customers satisfaction).

4. Strategi Pengawasan (the control strategy)
Strategi ini menentukan di mana letak kekuasaan membuat keputusan itu diberikan. Dalam sistem birokrasi lama, sebagian besar kekuasaan tetap berada di dekat puncak hierarkhi. Dengan kata lain, wewenang tertinggi untuk membuat keputusan berada pada puncak hierarkhi.
Perkembangan birokrasi modern yang semakin kompleks telah membuat organisasi menjadi tidak efektif. Hal ini karena proses pengambilan keputusan harus melalui jenjang hierakhi yang panjang sehingga membuat proses pengambilan keputusan cenderung lamban, dan jika hal ini dipaksakan, maka jika dilewati akan membawa dampak terjadinya bureaucracy barierrs. Pada akhirnya, secara keseluruhan, sistem kinerja birokrasi dalam menangani masalah dan memberikan pelayanan kepada masyarakat akan berlangsung lamban karena bawahan tidak diberi ruang yang cukup untuk mengambil inisiatif dalam memecahkan masalah.
Lebih lanjut, dalam model birokrasi lama, para pengelola atau manajer mempunyai pilihan-pilihan yang terbatas, dan keleluasan atau fleksibilitas mereka dihimpit oleh ketentuan-ketentuan anggaran yang terinci, peraturan-peraturan perorangan, sistem pengadaan (procurement systems), praktek-praktek audit, dan sebagainya. Karyawan hampir tidak mempunyai kekuasaan untuk membuat keputusan. Akibatnya, organisasi-organisasi pemerintah lebih menanggapi perintah-perintah baru dibandingkan dengan situasi yang berubah atau kebutuhan-kebutuhan pelanggan.
Oleh karena itu, adalah penting mendesentralisasikan pembuatan keputusan kepada pejabat-pejabat dan karyawan atau pegawai birokrasi di bawahnya karena hal ini akan mendorong timbulnya rasa tanggung jawab dikalangan para pegawai birokrasi, dan dalam konteks yang luas mendorong keterlibatan masyarakat dalam proses implementasi kebijakan.

5. Strategi budaya (the culture strategy)
Strategi ini menentukan budaya organisasi publik yang menyangkut nilai, norma, tingkah laku, dan harapan-harapan para karyawan. Budaya ini akan dibentuk secara kuat oleh tujuan organisasi, insentif, sistem pertanggungjawaban, dan struktur kekuasaan organisasi. Dengan kata lain, mengubah tujuan, insentif, sistem pertanggungan jawab, dan struktur kekuasaan organisasi akan mengubah budaya.

2.5 Implementasi Reinventing Goverment.

Prinsip-prinsip reinventing government yang dikemukakan oleh Osborne dan Plastrik pada dasarnya adalah bertujuan dapat meningkatkan kinerja organisasi sektor publik dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan umum (public serve). Implementasi prinsip-prinsip reinventing government harus selalu meningkat karakteristik dari masing-masing daerah. Artinya implementasi semangat dan prinsip reinventing sifatnya kontekstual, bukan universal. Tantangan yang timbul dari prinsip reinventing antar lain :
1.    Bagaimana mengimplementasikan konsep tersebut tanpa menimbulkan friksi yang justru akan menghambat efisiensi dan efektivitas birokrasi. Sebab prinsip reinventing gorvernment sesungguhnya baru mengena pada dimensi normatif, tetapi belum teruji secara empiris.
2.    Bagaimana menentukan strategi praktis untuk mengadopsi prinsip reinventing government ke dalam sistem dan mekanisme pemerintah, baik pusat maupun daerah.

Penataan Kelembagaan pemerintah melalui reinventing antara lain.
1.    Reorientasi. Meredefenisikan viso, misi, peran, strategi, implementasi, dan evalusi kelembagaan pemerintah.
2.    Restrukturisasi. Menata ulang kelembagaan pemerintah, membangun organisasi sesuai kebutuhan dan tuntutan publuk .
3.    Aliansi. Mensinergikan seluruh aktor, yaitu pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat dalam tim yang solid.

Faktor Sukses dalam reformasi birokrasi antara lain :
1.    Komitmen Pimpinan. Ini merupakan faktor yang sangat penting dalam melakukan reformasi birokrasi, mengingat masih kentalnya budaya peternalistik dalam penyelenggaraan pemerintahan di Indonesia.
2.    Kemauan diri sendiri. Kemauan dari penyenggara pemerintahan (birokrasi) untuk mereformasi diri sendiri.
3.    Kesepahaman. Adanya persamaan persepsi dan pandangan terhadap pelaksanaan reformasi birokrasi sendiri, sehingga tidak terjadi perbedaan yang dapat penghambat jalannya reformasi birokrasi.
4.    Konsistensi. Harus dilaksanakan secara berkelanjutan dan konsisten, yang ketaatan perencanaan dan pelaksanaan.

2.6    Reinventing Goverment di Indonesia.

Pemerintahan dengan bisnis merupakan dua lembaga yang berbeda secara mendasar. Pemerintahan bertujuan agar memperoleh legitimasi dari masyarakat sehingga dapat dipilih kembali oleh masyarakat pada periode yang akan datang. Sedangkan bisnis bertujuan untuk memperoleh keuntungan. Jika suatu organisasi bisnis tidak dapat memperoleh keuntungan maka organisasi tersebut akan mengalami Death Line atau kematian. Demikian juga dengan organisasi pemerintahan. Jika tidak dapat memperoleh legitimasi dari masyarakat (tidak favorit bagi masyarakat) maka pemerintahan tersebut pada periode yang akan datang tidak akan dipilih oleh masyarakat dan akan berganti dengan pemerintah yang baru.
Perbedaan tujuan di atas menciptakan motivasi yang berbeda. Pimpinan usaha swasta akan berorientasi untuk mencari keuntungan yang sebesar-besarnya, karena keuntungan merupakan indikator dari keberhasilan mereka. Sedangkan dalam pemerintahan, indikator keberhasilan seorang manajer pemerintah adalah bukan seberapa banyak keuntungan yang diperoleh tetapi apakah mereka dapat menyenangkan para politisi yang terpilih atau tidak. Karena itu kinerja manajer pemerintah sangat dipengaruhi oleh kelompok kepentingan yang menang dalam pemilu dalam periode tertentu. Reinventing Government bukan bertujuan untuk menghilangkan peran pemerintah dalam masyarakat dan menjadikan peran tersebut dijadikan peran swasta. Dengan kata lain Reinventing Government bukan indentik dengan swastanisasi, karena dengan swastanisasi menyeluruh fungsi pemerintah sebagai publik service akan kabur oleh profit oriented pihak swasta.
Prinsip-prinsip utama reinventing government ini akan diigunakan sebagai dasar analisa untuk melihat pelaksanaan reinventing government di Indonesia. Merujuk pada pendapat yang dikemukakan Imawan tersebut, maka penerapan reinventing government untuk konteks Indonesia dapat dilihat melalui kelima prinsip utama tersebut yakni:
Pertama, Steering. Paradigma tradisional tentang birokrasi pemerintahan menyatakan bahwa birokrasi pemerintahan ibarat sebuah perahu besar yang dapat menyelamatkan seluruh warga negara dan masyarakat dari bencana banjir ekonomi maupun politik. Hal ini menyebabkan pemerintah merupakan aktor tunggal untuk memenuhi seluruh kebutuhan masyarakat dan masyarakat akan semakin tergantung kepada pemerintahnya. Paradigma tradisional ini menyebabkan pemerintah tidak bisa lagi berpikir jernih untuk meningkatkan mutu kerjanya, karena sudah dililit oleh aktivitas-aktivitas rutin untuk melayani kebutuhan masyarakat. Mutu pelayanan kepada masyarakat tidak bisa ditingkatkan lagi. Untuk itu perlu perubahan paradigma, agar pemerintah tidak lagi sebagai pelaksana tunggal pelayanan kepada masyarakat tetapi bermitra dengan pihak swasta. Agar pemerintah tidak lagi terjerat dengan kegiatan rutin sebagai pelayan masyarakat, maka pemerintah perlu memikirkan untuk menyerahkan tugas-tugas pelayanan tersebut kepada masyarakat (NGO -non government organization- atau pihak swasta) atau melaksanakan pelayanan tersebut dengan bermitra dengan masyarakat (sistem koproduksi). Pemerintah yang banyak melaksanakan tugas pelayanan akan semakin memberikan peluang kepada gagalnya atau lemahnya mutu pekrjaan, maka dalam kondisi ini akan lebih baik jika pemerintah menyerahkan urusan tersebut kepada swasta dan pemerintah hanya menetapkan peraturan-peraturan yang akan dilaksanakan oleh pihak swasta. Dengan memfokuskan diri kepada pengarahan, maka daya pikir para pembuat kebijakan publik akan meningkat dan cermat, sehingga kebijakan-kebijakan yang diambil akan lebih produktif dan lebih cermat.
Kedua, Empowering. Pada pemerintahan yang menganut sistem otoriter kekuasaan tertinggi berada ditangan penguasa (negara) dan tidak memberikan hak-hak politik kepada rakyat. Pada sistem ini rakyat hanyalah sebagai objek tanpa mempunyai akses untuk ikut berpartisipasi dalam pemerintahan. Rakyat tidak dapat memberikan saran-saran/koreksi terhadap kinerja pemerintah sehingga pemerintah bekerja tanpa terkontrol. Pada perkembangannya sistem ini tidak populer lagi dimata masyarakat, apalagi pada sistem ini pemerintah harus melayani seluruh kebutuhan masyarakat tetapi pemerintah tidak mampu melaksanakannya dengan baik.
Karena sistem otoriter tidak mampu memenuhi kebutuhan masyarakat, maka perlu dilakukan perubahan. Perubahan yang dimaksudkan adalah mengembalikan kekuasaan kepada rakyat dengan melakukan pemberdayaan kepada rakyat (Empowering). Melalui sistem ini rakyat tidak lagi sebagai objek pemerintahan tetapi juga sebagai subjek pemerintahan. Rakyat harus diberikan kewenangan untuk mengurus dirinya sendiri. Dalam pelaksanaan empowering ini ada beberapa kendala yang dihadapi, yaitu keterbatasan kemampuan sumber daya manusia. Dengan keterbatasan ini masyarakat belum mampu menterjemahkan berbagai misi pemerintahan. Disini tugas pemerintah untuk melakukan pembinaan pengetahuan masyarakat agar mampu melakukan berbagai kegiatan dalam pembangunan.
Ketiga, Meeting the Needs of the Costumer, not the Bureaucracy. Dalam prinsip reinventing government ini pemerintah harus memenuhi kebutuhan consumer (masyarakat) bukan kebutuhan birokrasi. Gejala yang selama ini ada para administrator bekerja untuk mendapatkan prestasi yang akan dinilai baik oleh atasannya. Para bawahan akan berusaha membuat atasan senang agar dia mendapatkan pangkat yang lebih tinggi. Sedangkan masyarakat yang seharusnya mendapatkan pelayanan yang baik dari para administrator menjadi faktor sampingan, faktor yang utama adalah seorang administrator harus melayani kebutuhan para pejabat. Untuk meningkatkan pelayanan kepada masyarakat para administrator harus merubah orientasi pelayananan dari melayani kebutuhan para birokrat menjadi melayani kebutuhan masyarakat. Dengan demikian masyarakat akan merasa terayomi oleh pemerintah, merasa dekat secara emosional dengan pemerintah. Hal ini akan terjadi jika telah terwujud Civil Society dalam masyarakat. Dengan civil society masyarakat akan mempunyai ekses dalam mengawasi pelaksanaan tugas pemerintahan. Jika terjadi pelanggaran, misalnya para birokrat tidak melayani masyarakat dengan baik tetapi melayani birokrat atasannya, maka masyarakat akan meniupkan peluit sebagai tanda peringatan kepada administrator. Dengan demikian penyimpangan akan semakin dikurangi. Dengan kata lain administrator akan mengutamakan kepentingan masyarakat daripada kepentingan birokrat.
Keempat, Earning. Sifat pemerintahan yang selama ini ada adalah selalu berusaha untuk menghabiskan dana yang ada, tanpa perlu memikirkan bagaimana mendapatkan dana tersebut. Semakin lama semakin terbatas sumber dana pemerintah, biaya yang dibutuhkan untuk membiayai berbagai program pemerintah semakin tinggi. Disatu sisi pemerintah dapat memungut pajak yang tinggi dari masyarakat untuk membiayai berbagai program pemerintah, tetapi hal tersebut akan menambah beban masyarakat dan pada akhirnya akana mengurangi akuntabilitas pemerintah dimata masyarakat. Disini berarti menaikan sektor pajak merupakan cara yang tidak bijaksana. Sehubungan dengan hal di atas pemerintah perlu mempertimbangkan pemikiran bahwa instansi pemerintah harus mampu menghasilkan dana untuk membiayai berbagai programnya. Seorang manajer instansi pemerintah harus mampu melaksanakan tugas sebagaimana halnya manajer perusahaan swasta yakni dengan mempertimbangkan input dan out-put dari instansinya. Masing-masing instansi pemerintah harus mampu membuat program yang mampu menambah penghasilan instansinya, sebagaimana yang dilaksanakan oleh sektor swasta. Dengan demikian instansi pemerintah dan para birokrat didalamnya akan terbiasa untuk menghemat biaya/anggaran. Apabila seluruh instansi pemerintah sudah terbiasa untuk menghasilkaan dana sendiri untuk membiayai berbagaaai kegiatannya bahkan sampai bisa menabung/investasi untuk usaha lain, maka beban pemerintah untuk berbagai kegiatan pemerintahan akan semakin berkurang. Dengan demikian konsentrasi pemikiran pemerintah (pembuat kebijakan) akan tertuju pada masalah-masalah yang penting dan mutu pelayanan pemerintah kepada masyarakat akan meningkat.
Hal di atas akan dapat dilaksanakan di Indonesia, jika masing-masing pemerintah daerah sudah mampu membiayai pemerintahannya sendiri. Dan di dalam Pemerintah Daerah tersebut, masing-masing instansi Pemerintah Daerah mampu menghasilkan dana sendiri dengan tidak selalu memberatkan anggaran Pemerintah Daerah, misalnya Dinas Pertanian mampu menghasilkan dana sendiri dengan melakukan penelitian dan pengembangan bibit unggul dan hasilnya dijual ke masyarakat atau ke daerah lain melalui mekanisme pasar yang sehat. Demikian juga dengan Dinas Perikanan, mampu mengembangkan sektor penelitian dan pengembangan ikan dan hasilnya di jual kepada pasar. Demikian juga dengan dinas-dinas lainnya. Jika hal di atas dapat diwujudkan, maka nantinya akan kita lihat bahwa daerah-daerah di Indonesia akan merata kemajuannya. Ekonomi masyarakat akan ditunjang dengan perdagangan antar daerah yang berjalan dengan sehat. Hal ini pada akhirnya akan mampu mengeluarkan Indonesia dari krisis ekonomi dan krisis politik.
Kelima, Prevention. Pemerintah selama ini cenderung untuk menyelesaikan suatu masalah setelah masalah tersebut timbul atau menjadi masalah besar. Setelah suatu masalah menjadi masalah besar, maka pemerintah akan mengalami kesulitan besar untuk mengatasinya, baik dari segi kerumitan maupun pembiayaan. Misalnya, Masalah wabah penyakit, Apabila di suatu daerah telah terjadi wabah penyakit mutaber, demam berdarah, maka pemerintah akan bekerja ekstra keras dan mengeluarkan biaya yang tinggi untuk mengatasi masalah wabah penyakit tadi. Akan lain halnya jika pemerintah sudah melakukan usaha-usaha pencegahan terhadap datangnya penyakit tadi. Misalnya, pemerintah sudah membuat saluran-saluran air yang baik, memberikan penyuluhan tentang hidup sehat kepada masyarakat. Hal ini akan mengakibatkan penyakit yang mewabah tidak akan terjadi. Dengan demikian pemerintah tidak akan mengeluarkan biaya yang tinggi untuk mengatasi masalah wabah penyakit. Begitu juga dengan situasi politik nasional dan international. Pemerintah harus sudah paham dengan situasi politik nasional dan internasional. Apa-apa yang diinginkan oleh masyarakat harus mampu dibaca oleh pemerintah. keputusan-keputusan yang diambil harus sesuai dengan aspirasi dan kebutuhan masyarakat. Akan terjadi akumulasi ketidakpuasan masyarakat dalam bentuk tindakan anarkhis apabila kebutuhan masyarakat tidak terlayani oleh pemerintah. Jadi dengan memahami kehendak politik rakyata secara dini, maka rakyat akan semakin dekat dengan pemerintahnya, partisipasi politik rakyat akan semakin tinggi dan pemerintah akan melaksanakan pemerintahan dengan tenang.
Akhirnya jelas, sebuah perubahan harus dimulai, apapun konsep yang hendak digunakan, namun paling tidak konsep tersebut harus merepresentasikan juga posisi kebudayaan Indonesia sehingga ditemukan format kelembagaan birokrasi yang efisien,efektif, adaptif dan human tanpa harus menjadi ke-barat-barat-an, meninggalkan identitas sebagai sebuah bangsa yang otonom dan berjati diri.   

BAB III
 PENUTUP


3.1    Kesimpulan

1.    Pemerintah  adalah sistem untuk menjalankan wewenang dan kekuasaan dalam mengatur kehidupan sosial, ekonomi dan politik, suatu negara dan bagian-bagiannya.

2.    Reinventing Government adalah “transformasi system dan organisasi pemerintah secara fundamental guna menciptakan peningkatan dramatis dalam efektifitas, efesiensi, dan kemampuan mereka untuk melakukan inovasi. Transformasi ini dicapai dengan mengubah tujuan, system insentif, pertanggungjawaban, struktur kekuasaan dan budaya system dan organisasi pemerintahan.

3.    Osborn dalam buku memangkas birokrasi. mengemukakan Prinsip-prinsip Reinventing Government ,yaitu :
•    Pemerintahan katalis
•    Pemerintah adalah Milik Masyarakat
•    Pemerintah yang kompetitif
•    Pemerintah berorientasi pada Misi
•    Pemerintah berorientasi pada hasil.
•    Pemerintah berorientasi pada pelanggan
•    Pemerintah wirausaha
•    Pemerintah antisipatif
•    Pemerintahan desentralisasi
•    Pemerintah berorientasi pada mekanisme pasar

Menurut Imawan, prinsip utama Reinventing Government terbagi menjadi 5, yaitu:
•    Steering (mengendalikan, memfasilitasi aktivitas masyarakat).
•    Empowering (memberdayakan anggota masyarakat).
•    Meeting the need of the costumer, not bureaucracy.
•    Earning
•    Prevention.

4. Adapun Strategi dari Reinventing Goverment ialah:
•    Strategi inti (the core strategy)

•    Strategi konsekuensi (the consequences strategy)

•    Strategi pelanggan (the customers strategy)

•    Strategi Pengawasan (the control strategy)
•    Strategi budaya (the culture strategy)

5    Prinsip-prinsip reinventing government yang dikemukakan oleh Osborne dan Plastrik pada dasarnya adalah bertujuan dapat meningkatkan kinerja organisasi sektor publik dan dapat meningkatkan kualitas pelayanan umum (public serve).

6    Prinsip-prinsip utama reinventing government ini akan diigunakan sebagai dasar analisa untuk melihat pelaksanaan reinventing government di Indonesia. Merujuk pada pendapat yang dikemukakan Imawan tersebut, maka penerapan reinventing government untuk konteks Indonesia dapat dilihat melalui kelima prinsip utama

3.2    Saran

Semoga dengan tersusun nya makalah ini dapat menambah pengetahuan tentang birokrasi modern, khususnya mengenai Reinventing Goverment.  serta menjadi sumber referensi bagi pembacanya.penulis berharap agar adanya kajian – kajian  yang lebih mendalam lagi mengenai birokrasi mengingat birokrasi sangat berkaitan erat dalam pemerintahan yang modern.


DAFTAR PUSTAKA


Imawan, Riswandha. 1998. Membedah Politik Orde Baru. Pustaka Pelajar:, Jogyakarta
Mas`oed, Mohtar. 1994. Politik Birokrasi dan Pembangunan. Pustaka Pelajar: Jogyakarta.
Miriam Budiardjo. 1998. Dasar-Dasar Ilmu Politik. Gramedia Utama:, Jakarta.
Osborn david dan plastrik peter,2000.memangkas birokrasi: lima strategi menuju pemerintahan wirausaha, PPM: Jakarta
Putra, Fadillah dan Arif, Saiful. 2001. Kapitalisme Birokrasi: Kritik Reinventing Government Osborne Gaebler. LKiS: Yogyakarta.





{ 1 komentar... read them below or add one }

Komentarnya Kakak!

- Copyright © Contoh Makalah - Date A Live - Powered by Seyoenita - Designed by Sopriadi -