Popular Post

Posted by : Sopriadi Ahmad Kamis, 21 Maret 2013





KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segala rahmat serta hidayahnya  yang diberikan  sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah ini yang berjudul ’’Dinamika Konflik Pemilihan Umum Kepala Daerah Dikota Pekanbaru Tahun 2011’’Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah ’’ Negoisasi Dan Resolusi Konflik’’ Penyusun makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, melalui kesempatan ini penulis ingin menghantarkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing yakni ibu Suryaningsih, S.Ip., M.Si yang telah memberikan tugas ini, sehingga penulis dapat memahaminya .
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa hasil penyusun makalah ini jauh dari kesempurnaan. Untuk itu penulis sangat mengharapkan masukan, baik kritik maupun saran, demi kelengkapan dan kebaikan makalah ini. Penulis berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis maupun pembaca pada umumnya, sekian terima kasih.


Pekanbaru,  14 maret 2013
        
Penulis

BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
   Dasar hukum pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah secara langsung adalah UU No. 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah. Adapun petunjuk pelaksanaannya tertuang dalam PP No. 6 Tahun 2005 Tentang Tata Cara Pemilihan, Pengesahan,
Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah. Sedangkan aturan yang mengatur tentang penyelenggaran Pemilu adalah Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2007 Tentang Penyelenggara Pemilihan Umum.Menyikapi kekurangan yang terdapat dalam regulasi Pemilihan Umum Kepala Daerahtersebut, Pemerintah akhirnya membuat sebuah PP No. 17 Tahun 2005 tentang perubahan atas PPNo. 6 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerahdan Wakil Kepala Daerah, sebagai revisi terhadap kekurangan-kekurangan dalam UU No. 32 Tahun2004 dan PP No. 6 Tahun 2005 dan Undang-undang Nomor 12 Tahun 2008 adalah tentang perubahan kedua undang-undang nomor 32 Tahun 2004.Pada Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Walikota dan Wakil Walikota Pekanbaru 18 Mei 2011, Komisi Pemilihan Umum Daerah (KPUD) selaku penyelenggaran "pesta politik" itu hanya meloloskan dua pasangan calon. Masing-masing, Firdaus-Ayat Cahyadi dengan nomor urut satu dan Septina Primawati-Erizal Muluk dengan nomor urut dua. Firdaus dan Ayat Cahyadi, maju sebagai Calon Walikota dengan sejumlah partai pengusung yaitu: Partai Demokrat(PD), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Hati Nurani Rakyat (HANURA) dan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).Sementara pasangan Septina Primawati-Erizal Muluk, "menunggangi" sejumlah"perahu/partai besar" yaitu: Partai Golkar (PG), Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Gerakan Indonesia Raya(GERINDRA).(www.Antarariau News.com).
Dalam pelaksanaan Pemilukada di Kota Pekanbaru tahun 2011, terjadi beberapa hal penting yang menjadi kendala dalam pelaksanaan Pemilukada. Beberapa hal tersebut kemudian menjadi sebuah permasalahan yang berujung terjadinya sengketa hingga dipertentangkan dan menjadi Konflik Pemilukada pada Pemilukada di Kota Pekanbaru tahun 2011.Berikut permasalahan permasalahan yang terjadi dalam tahapan-tahapan Pemilukada Kota Pekanbaru 2011;
1.    Konflik-konflik yang terjadi pada Masa Persiapan Pemilukada 18 Mei 2011 di Kota Pekanbaru adalah sbb:
a.    Berpindahnya dukungan Partai Demokrat ke Kubu PAS.
b.    Konflik internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP).
2.    Konflik-konflik yang terjadi pada tahap pelaksanaan Pemilukada 18 Mei 2011 di Kota Pekanbaru adalah sbb:
a.    Adanya curi start kampanye diluar jadwal.
b.    Adanya penggunaan kendaraan dinas.
c.    Black Campaign yang dilakukan oleh Herman Abdullah.
d.    Pembagian sembako yang di lakukan BERSERI.
e.    Terjadinya praktek Joki di beberapa TPS.
f.    DPT yang Bermasalah.
3.    Konflik-konflik yang terjadi pada tahap Pasca Pemilukada 18 Mei 2011 di Kota pekanbaru adalah sbb:
a.    Pengaduan dan penggugatan hasil Rekapitulasi Suara Pemilukada Kota Pekanbaru tanggal
b.    18 Mei Tahun 2011 ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh pasangan BERSERI.
c.    Putusan MK Nomor 63/PHPU.D-IX/2011 tanggal 24 Juni 2011 tentang Pemungutan Suara
d.    Ulang (PSU).
e.    Pemecatan Ketua KPU Kota Pekanbaru Yusri Munaf.
f.    Pemutasian PNS Oleh Walikota dan Penjabat Walikota Pekanbaru.
g.    Demonstrasi tuntut pelaksanaan PSU Pemilukada Kota Pekanbaru.
h.    Penambahan waktu PSU 2011.
i.    KPUD Kota Pekanbaru menggugurkan Firdaus.
j.    Massa demonstrasi mendatangi kantor KPU dan kantor Gubernur. Menuntut pencabutan surat
k.    peryataan gugurnyanya pasangan nomor Urut satu (PAS).
a.    Rumah Ketua Tim Koalisi BERSERI di tembak.
l.    Rumah Komisioner KPU di bakar.
m.    Putusan MK Akhiri Konflik Pemilukada Kota Pekanbaru.

B.    Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang masalah di atas dan berdasarkan fenomena yang ada, maka penulis menetapkan perumusan masalah dalam bentuk pertanyaan yaitu :
“Apa sajakah penyebab lahirnya konflik dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah di Kota Pekanbaru Tahun 2011?”

C.    Tujuan permasalahan
 Bertujuan untuk mengetahui penyebab terlahirnya konflik dan penyelesaian konflik dalam penyelenggaraan Pemilihan Umum Kepala Daerah yang di adakan secara langsung di Kota PekanbaruTahun 2011.



















BAB II
PEMBAHASAN
A.    Teori Konflik
Ramlan Surbakti mengatakan bahwa konflik berhubungan dengan “benturan” seperti perbedaan pendapat, persaingan, dan pertentangan antara individu dengan individu, kelompok dengan kelompok, individu dengan kelompok yang masing-masing mempunyai kepentingan yang berbeda-beda. (Ramlan Surbakti, 1992: 149).
Adapun ciri-ciri konflik menurut Ted Robert Gurr menyebutkan paling tidak memiliki empat ciri konflik (Maswadi Rauf: 2001), yaitu sebagai berikut:
1.    Ada dua atau lebih pihak yang terlibat
2.    Masing-masing pihak terlibat dalam tindakan yang saling memusuhi.
3.    Masing-masing pihak menggunakan tindakan kekerasan yang bertujuan untuk menghancurkan lawan-lawannya.
4.    Interaksi pertentangan bersifat terbuka, sehingga bisa dideteksi dengan mudah oleh pengamat independen. Akan tetapi Menurut Maswadi Rauf, konflik lisan pun bisa dikategorikan sebagai konflik. Hal ini seperti yang diungkapkannya, bahwa; “konflik lisan dapat dikategorikan sebagai konflik karena sudah terlihat adanya pertentangan di dalamnya meskipun tindakan kekerasan yang melibatkan benda-benda fisik belum terjadi. Bila konflik hanya terbatas pada tindakan kekerasan secara fisik, maka seharusnya tidak ada istilah seperti conflict of interest, conflicting ideas, dan lain sebagainya yang lebih banyak mengacu pada konflik lisan”.

1.    Penyebab Konflik
Mengacu pada teori yang dikemukakan oleh Paul Conn, tentang Penyebab konflik Politik, pada dasarnya disebabkan oleh dua hal:
a.    Kemajemukan horisontal.
b.    Kemajemukan Vertikal.
Pertama, Kemajemukan horisontal ialah struktur masyarakat yang majemuk kultural, seperti, suku bangsa, daerah, agama, dan ras; dan majemuk secara sosial dalam arti perbedaan pekerjaan dan profesi, seperti petani, buruh, pedagang, pengusaha, pegawai negeri sipil, militer, wartawan, dokter, alim ulama, dan cendekiawan; dalam arti perbedaan karakteristik tempat tinggal seperti desa dan kota. (Siti Nur Solechah: 2007)
Kemajemukan horisontal dapat menimbulkan konflik karena masing-masing unsur cultural berupaya mempertahankan identitas dan karakteristik budayanya dari ancaman kultur lain. Dalam masyarakat yang demikian itu, apabila belum ada suatu konsensus nilai yang menjadi pegangan bersama, konflik politik karena benturan budaya akan menimbulkan perang saudara ataupun gerakan separatisme. Kemajemukan horisontal dapat menimbulkan konflik karena masing-masing kelompok yang berdasarkan pekerjaan dan profesi serta tempat tinggal tersebut memiliki kepentingan berbeda bahkan saling bertentangan. Kelompok masyarakat yang tinggal dikota, misalnya, menghendaki harga beras dan harga bahan bakar minyak dikendalikan oleh pemerintah, dan kalau perlu disubsidi oleh pemerintah, sedangkan masyarakat yang tinggal di desa menghendaki agar pemerintah membiarkan harga-harga beras dan bahan bakar minyak berkembang sesuai dengan mekanisme pasar. Sebaliknya, pemerintah hanya berperan dalam menciptakan dan menegakkan aturan main yang adil. Kedua, Kemajemukan vertikal ialah struktur masyarakat yang terpolarisasikan menurut pemilikan kekayaan, pengetahuan, dan kekuasaan.
Kemajemukan dapat menimbulkan konflik, sebab sebagian besar masyarakat yang tidak memiliki atau hanya memiliki sedikit kekayaan, pengetahuan dan kekuasaan akan memiliki kepentingan yang bertentangan dengan kelompok kecil masyarakat yang mendominasi ketiga sumber pengaruh tersebut. Jadi, Distribusi kekuasaan, pengetahuan, dan kekuasaan yang pincang merupakan penyebab utama timbulnya konflik politik. Akan tetapi, kenyataan menunjukkan perbedaan kepentingan karena kemajemukan horizontal dan vertikal tidak dengan sendirinya menimbulkan konflik politik. Hal ini disebabkan adanya fakta, terdapat sejumlah masyarakat yang menerima perbedaan-perbedaan tersebut. Perbedaan-perbedaan masyarakat ini baru menimbulkan konflik apabila sekelompok tersebut memperebutkan sumber yang sama, seperti kekuasaan, kekayaan, kesempatan, dan kehormatan. Konflik terjadi manakala terdapat benturan kepentingan. Dalam rumusan lain dapat dikemukakan konflik terjadi jika ada pihak yang merasa diperlakukan tidak adil atau manakala pihak berperilaku menyentuh “titik kemarahan” pihak lain. Dengan kata lain, perbedaan kepentingan karena kemajemukan vertikal dan horisontal merupakan kondisi yang harus ada (necessary condition) bagi timbulnya konflik, tetapi perbedaan kepentingan itu bukan kndisi yang memadai(subficient condition) untuk menimbulkan konflik. (Ramlan Surbakti, 1992: 152).

2.    Tipe-tipe Konflik
Max Webber mendeskripsikan konflik menjadi dua tipe (sohidin, 2004: 12-13), yaitu:
a.    Konflik dalam arena politik. Konflik ini muncul tidak hanya didasarkan pada kepentingan kekuasaan dan ekonomi, tetapi banyak faktor lain dibalik itu semua, diantaranya factor ideologi. Demikian pula konflik ini tidak hanya terjadi pada organisasi politik, tetapi juga terjadi pada organisasi keagamaan. Konflik dalam gagasan dan cita-cita. Konflik ini terjadi karena setiap individu atau kelompok.
b.    Ada naluri ingin mendominasi dalam pandangan dunia, baik yang berkaitan dengan doktrin agama, nilai budaya, filsafat, maupun gaya hidup kultural. Konflik politik dikelompokkan menjadi dua tipe, yang mana meliputi konflik positif dan konflik negatif. Konflik positif adalah konflik yang tidak mengancam eksistensi sistem politik, biasanya disalurkan lewat mekanisme penyelesaian konflik yang disepakati bersama dalam konstitusi. Mekanisme yang dimaksud ialah lembaga-lembaga demokrasi, seperti partai politik, badan perwakilan rakyat, pengadilan, pemerintah, pers, dan forum-forum terbuka lainnya. Tuntutan akan perubahan yang di ajukan oleh sejumlah kelompok masyarakat melalui lembaga-lembaga itu merupakan contoh konflik posisitf. Sebaliknya, konflik negatif ialah konflik yang dapat mengancam eksistensi sistem politik yang biasanya disalurkan melalui cara-cara non konstitusional, seperti kudeta, separatisme, terorisme dan revolusi.

3.    Struktur Konflik
Menurut Paul Conn mengatakan, situasi konflik pada dasarnya dibedakan menjadi konflik menang-kalah (zero-sum conflict) dan konflik menang-menang (non zero-sum conflict). Konflik menang-kalah ialah situasi konflik yang bersifat antagonistic sehingga tidak memungkinkan tercapainya suatu kompromi diantara pihak-pihak yang terlibat dalam konflik. Ciri struktur konflik ini, yakni tidak mungkin mengadakan kerja sama, hasil kompetisi hanya akan dinikmati oleh pemenangnya saja (pihak yang menang akan mendapatkan segalanya, sedang pihak yang kalah akan kehilangan segalanya) dan yang dipertaruhkan biasanya hal-hal yang dianggap prinsipil, seperti harga diri, iman kepercayaan, masalah-masalah hidup atau mati, dan jabatan penting pemerintahan.
Konflik menang-menang ialah suatu situasi konflik dimana pihak-pihak yang terlibat dalam konflik masih mungkin untuk mengadakan kompromi dan bekerja sama sehingga semua pihak akan mendapatkan bagian dari konflik tersebut, Yang dipertaruhkan dalam situasi konflik kompromi dan kerjasama yang menguntungkan kedua pihak. Ciri struktur konflik ini, yakni kompromi dan kerjasama, hasil kompetisi akan dinikmkati oleh kedua pihak tetapi tidak secara maksimal (Ramlan Surbakti, 1999: 154).

4.    Tujuan Konflik
Secara umum tujuan konflik ada dua, yakni mendapatkan dan atau mempertahankan sumbersumber. Tujuan konflik untuk mendapatkan sumber-sumber merupakan ciri manusia yang hidup bermasyarakat karena manusia memerlukan sumber-sumber tertentu yang bersifat materil-jasmaniah maupun spirituil-rohaniah untuk dapat hidup secara layak dan terhormat dalam masyarakat. Yang ingin diperoleh manusia meliputi hal-hal yang sesuai dengan kehendak bebas dan kepentingannya. Kemudian kecendrungan hidup manusia juga akan selalu mempertahankan dan memelihara sumber yang dimilikinya dari usaha pihak lain untuk merebut atau mengurangi sumber-sumber tersebut. Yang ingin dipertahankan bukan hanya harga diri, keselamatan hidup dan keluarga, tetapi juga wilayah/daerah tempat tinggal, kekayaan dan kekuasaan yang dimiliki (Ramlan Surbakti, 1992:155).
Dengan asumsi tersebut, maka tujuan konflik juga bisa dikategorikan sebagai berikut:
a.    Pihak-pihak yang terlibat dalam konflik mempunyai tujuan yang sama, yakni sama-sama berupaya mendapatkan.
b.    Disatu pihak hendak mendapatkan, sedangkan dipihak lain berupaya keras mempertahankan apa yang dimiliki.
5.    Resolusi Konflik
Pengaturan/Resolusi konflik menurut Ralf Dahrendorf, ia mengatakan bahwa pengaturan konflik yang sangat efektif bergantung pada tiga faktor.
Pertama, kedua pihak harus mengakui kenyataan dan situasi konflik yang terjadi diantara mereka (adanya pengakuan atas kepentingan yang diperjuangkan oleh pihak lain).
Kedua, kepentingan-kepentingan yang diperjuangkan harus terorganisir secara rapi, tidak bercerai berai dan terkotak-kotak sehingga masing-masing pihak memahami dengan jelas lingkup tuntutan pihak lain.
Ketiga, kedua belah pihak menyepakati aturan main (rules of the game) yang menjadi landasan dan pegangan dalam hubungan dan interaksi diantara mereka. Ketika ketiga isyarat ini dipenuhi maka berbagai bentuk pengaturan konflik dapat dibuat dan dilaksanakan. Dahrendorf juga menyebutkan tiga bentuk pengaturan konflik. Pertama, bentuk koalisi seperti parlemen atau kuasi-parlemen yang mana semua pihak berdiskusi atau berdebat secara terbuka dan mendalam untuk mencapai kesepakatan tanpa ada pihak-pihak yang memonopoli pembicaraan atau memaksakan kehendak.
Kedua, bentuk mediasi yang mana kedua pihak sepakat mencari nasehat dari pihak ketiga (seorang mediator berupa tokoh, ajli, atau lembaga tertentu yang dipandang mempunyai pengetahuan dan keahlian yang mendalam mengenai hal yang dipertentangkan), tetapi nasehat yang diberikan mediator ini tidak mengikat mereka. Ketiga, bentuk arbitrasi, dimana kedua pihak sepakat mendapatkan keputusan akhir (yang bersifat legal) sebagai jalan keluar konflik pada pihak ketiga sebagai arbitrator. Ketiga bentuk pengaturan konflik ini dapat dilaksanakan satu saja atau ketiganya secara bertahap. Ziegenhaen lebih melihat pengaturan konflik yang cenderung bersifat kekerasan (political violence) dari segi kebijakan yang ditempuh dalam mengatur prilaku puhak-pihak yang berkonflik. Ia berpendapat bahwa pemerintah dapat melakukan salah-satu dari tiga kebijakan intervensi sebagai upaya mengendalikan konflik politik, yakni kemampuan paksaan secara fisik (coercive capacity) dan ancaman penggunaannya, penggunaan sanksi negatif atas salah satu atau kedua belah pihak yang berkonflik, dengan cara seperti mengeluarkan peraturan-peraturan larangan mengadakan demonstrasi, melakukan tindakan separatisme, mengadakan kritik dan lain sebagainya. (Ramlan Surbakti, 1992).
Komunikasi efektif dipengaruhi oleh saluran komunikasi formal, struktur organisasi, spesialisasi jabatan, pemilikan informasi, jaringan komunikasi dalam organisasi. Artinya faktor-faktor

B.    Konflik
1.    Konflik Pemilukada Pada Tahapan Persiapan I
a.    Pemindahan Dukungan Partai Demokrat kepada pasangan PAS
Pada awalnya Dewan Perwakilan Pusat (DPP) Partai Demokrat sudah secara resmi mendeklarasikan Septina Primawati yang notabene adalah istri Gubernur Riau Rusli Zaenal pada pertemuan di DPP Partai Demokrat, karena pada musyawarah mufakat yang telah dilakukan oleh Partai Demokrat dan Partai Golkar di Riau,
Gubernur Riau pada saat itu telah menyanggupi untuk memberikan kursi calon walikota kepada Partai Demokrat, akan tetapi yang terjadi dilapangan tidak seperti yang di harapkan oleh Partai Demokrat, Gubernur tidak memberikan akomodasi yang telah di janjikan dikarenakan Ketua Umum DPP Partai Golkar Abu Rizal Bakrie juga sudah menetapkan yang akan menjadi calon wakil walikota adalah ketua DPD Golkar Kota Pekanbaru yakni Erizal Muluk. Padahal pada saat itu Sekretaris DPD Partai Demokrat sudah berbicara di media bahwa ia akan maju mendampingi Septina Primawati untuk menjadi peserta pemilihan Walikota dan Wakil Walikota Kota Pekanbaru. Kemudian DPD I Partai Demokrat Riau melaporkan hal tersebut ke DPP, Anas Urbaningrum sebagai Ketua Umum DPP Partai Demokrat memberikan perintah agar tidak lagi mendukung Septina Primawati. Oleh sebab itulah Partai Demokrat tidak lagi berpasangan dengan Partai Golkar, dalam artian tidak mendukung Septina Primawati. Kemudian pada akhirnya DPP Partai Demokrat memutuskan untuk mendukung Firdaus dan Ayat Cahyadi sebagai Calon Walikota dan Wakil Walikota Kota Pekanbaru.


b.    Konflik internal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP)
Konflik internal PDIP tidak dapat dihindari terkait perbedaan pendapat mengenai dukungan terhadap pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Kota Pekanbaru yang pada akhirnya menyebabkan beberapa kader terbaik PDIP memilih untuk mengundurkan diri baik dari struktur maupun statusnya sebagai kader PDIP dan lebih memilih untuk bergabung bersama tim koalisi oposisi (lawan). Pada Rabu, 9 Maret 2011, satu jam sebelum berakhirnya batas pendaftaran calon Walikota dan Wakil Walikota Kopta Pekanbaru, Kordias Pasaribu Ketua DPC PDIP Kota Pekanbaru datang ke KPUD Kota Pekanbaru untuk memberikan dukungan kepada pasangan PAS bersama perwakilan 18 partai non Parlemen, diantaranya adalah PKPI, PIS, PKNU, Partai Republikan, Partai Buruh, PNBK Indonesia, Partai Barnas, PNI Marhaenis, PBR, PPI, Pakar Pangan, PKP Indonesia, PKDI, PPRN, PPIB, Partai Pelopor, dan PDP.
Sikap PDIP Kota Pekanbaru yang mendukung pasangan Firdaus-Ayat Cahyadi ternyata berbeda dengan yang dikeluarkan oleh DPP PDIP. Sehari sebelumnya, Suryadi Khusaini, Ketua DPD Provinsi Riau mengatakan bahwa PDIP mendukung pasangan calon Peri Akri-Kusdani dalam Pemilukada Kota Pekanbaru. Pada hari Selasa, 12 April 2011, Kordias Pasaribu mengundurkan diri dari jabatannya yakni Ketua Umum DPC PDIP Kota Pekanbaru, diduga mendapat tekanan dari petinggi partai berjuluk “partai wong cilik” ini. Hal tersebut memancing amarah para pendukungnya yang pada hari tersebut langsung melakukan demo di sekretariat PDIP Kota Pekanbaru sambil melakukan aksi bakar kartu anggota PDIP mereka.

2.    Konflik Pemilukada Pada Tahapan Persiapan II
a.    Adanya Curi Start Kampanye Diluar Jadwal
Permasalahan curi start saat kampanye sudah tidak lagi menjadi hal yang aneh dalam pelaksanaan Pemilihan Umum, pasalnya, curi start dalam kampanye merupakan keuntungan tersendiri bagi calon-calon yang sedang bersaing dalam pelaksanaan Pemilihan Umum, baik itu pemilihan Presiden, pemilihan Gubernur, Pemilihan Legislatif dan lain sebagainya. Pada Pemilukada Kota pekanbaru juga tidak luput dari adanya praktek yang bernama curi start dalam kampanye, seperti yang dilakukan oleh Wakil Gubernur Riau H.R Mambang Mit pada acara malam pagelaran wayang semalam suntuk yang diselenggarakan oleh pasangan Calon walikota dan Wakil Walikota Firdaus-Ayat Cahyadi di lapangan sekuntum, kulim, pada hari jumat, 29 April 2011.
Pidato Mambang Mit tersebut dinilai sudah melakukan kampanye diluar jadwal kampanye yang telah ditentukan oleh Komisi Pemilihan Umum Kota Pekanbaru. Oleh karena itu, pada hari Sabtu sore, 30 April 2011, Tim Koalisi pemenangan BERSERI, Muhammadun Royan, didampingi ketua Tim Advokasi BERSERI, Syam daeng Rani melaporkan hal tersebut kepada panitia Pengawas Pemilihan Umum PANWASLU Kota Pekanbaru dengan membawa saksi dan bukti-bukti berupa rekaman dan foto-foto. Syam Daeng Rani menyebutkan ada beberapa alasan kenapa mereka membuat laporan Ke PANWASLU Kota Pekanbaru, di antaranya adalah; Mambang Mit merupakan Wakil Gubernur yang semestinya harus bersikap netral, karena kepala daerah dan wakil kepala daerah dilarang menjadi juru kampanye. Hal tersebut sesuai dengan UU No 32 Tahun 2004 dan PP No 12 Tahun 2008. Selanjutnya Firdaus-Ayat Cahyadi melanggar aturan karena membuat kegiatan seperti kampanye diluar masa kampanye seperti yang dilarang didalam PP No 49 Tahun 2008.

b.    Adanya Penggunaan Kendaraan Dinas
Pemakaian kendaraan dinas dalam sosialisasi salah satu pasang calon yang bersaing dalam Pemilukada tentu saja hal tersebut tidak dibenarkan dan dilarang, Sesuai dengan UU No 12 tahun 2008 yang sebagai perubahan kedua dari UU 32 No 2004. Praktek Black Campaign atau kampanye gelap juga sering kali muncul dalam Pemilukada atau Pemilu Gubernur atau Pemilu Legislatif bahkan Pemilu Presiden, hal ini juga menjadi momok dalam sistem perpolitikan di Indonesia bersamaan dengan Politik Uang, dan Poltik Curi Start Kampanye.
Dalam pelaksanaan Pemilukada Kota Pekanbaru terdapat beberapa Black Campaign yaitu, kampanye gelap yang dilakukan oleh Herman Abdullah yang pada waktu masih menjabat sebagai Walikota Kota Pekanbaru, selebaran isu kepemimpinan Perempuan, dan Pembagian sembako yang di lakukan BERSERI .

c.    Black Campaign yang dilakukan oleh Herman Abdullah
Sebuah dinamika yang menarik apabila pejabat pemerintah yang sedang menjabat menjadi tim pemenangan salah satu pasangan calon Kepala Daerah. Hal tersebut yang tentunya dilarang didalam UU No 32 Tahun 2004 tidak pantas dan sangat tidak etis untuk dilakukan oleh pejabat pemerintah yang notabene Kepala didaerah tersebut. Pelanggaran Herman Abdullah sebagai Walikota Pekanbaru Pada Pemilukada Kota Pekanbaru 2011 yang Mengerahkan 11 camat dan 57 lurah untuk memobilisasi massa dan memfasilitasi sosialisasi kampanye untuk memenangkan salah satu pasangan dari Peserta Pemilukada Kota Pekanbaru periode 2011-2016 telah mencoreng perpolitikan di Pekanbaru Khususnya di Riau. Terlepas masalah kepentingan politik atau individu yang jelas hal tersebut tidak dibenarkan oleh undang-undang dan secara otomatis telah melanggar hukum yang berlaku. Bukti pelanggaran tersebut didapati oleh tim intelijen BERSERI dan kemudian di Expose di Youtube. Hingga detik inipun masih bisa di lihat di youtube.

d.    Pembagian sembako yang di lakukan BERSERI
Dalam segi dana Pasangan BERSERI memang lebih kuat dibandingkan dengan pasangan PAS hal itu juga di akui oleh Ketua Tim Koalisi PAS. Tidak hanya masalah isu yang dimainkan didalam penyelenggaraan pemilukada, sejumlah permainan politik uang, dan pembagian sembako pun juga dilakukan demi menjulang perolehan suara dalam Pemilihan Umum Kepala Daerah. Adanya balas membalas isu tidak membuat para peserta pemilukada puas.
Mereka ingin memastikan kemenangan mereka dengan cara-cara halus dan lebih merakyat. Salah satu contohnya adalah pembagian sembako, selain terkesan memperhatikan masyarakat kegiatan tersebut adalah merupakan langkah yang tepat untuk bersilaturahmi dan berkampanye produktif demi memperoleh simpati dari masyarakat. Strategi tersebut diketahui oleh Tim sukses dari pasangan PAS, dan praktek pembagian sembako dilaporkan kepada Panitia Pengawas Pemilihan Umum Kota Pekanbaru.


e.    Terjadinya Praktek Joki
Pada hari H pelaksanaan pemungutan suara tanggal 18 Mei Tahun 2011 yang lalu, permasalahan klasik dalam Pemilukada juga tidak mau ketinggalan, permasalahan mencoblos dua kali, mencoblos tidak sesuai identitas, terdaftar di dua tempat TPS yang berbeda, bahkan ada yang melakukan pembayaran kepada oknum masyarakat untuk mencoblos mengunakan undangan masyarakat lain yang tidak mencoblos.

f.    DPT Yang Bermasalah
Dalam pelaksanaan Pemilukada juga tidak terlepas dari permasalahan Daftar Pemilih Tetap (DPT). Masih banyaknya masyarakat yang belum terdaftar didalam DPT membuat permasalahan dihari H pelaksanaan Pemilukada sedikit bermasalah, untuk menanggulangi masalah tersebut maka pemerintah daerah mengambil kebijakan boleh mencoblos asal membawa identitas sebagai penduduk setempat meskipun tidak mendapatkan undangan atau namanya tidak terdaftar didalam DPT. Tentu saja hal ini bisa saja dimainkan oleh oknum-oknum tidak bertanggung jawab, karena selain KTP bisa di scan dengan alat tertentu atau pembuatan KTP palsu, ada juga oknum yang menggunakan KTP masyarakat yang tidak memilih untuk dipinjam oleh tim pemenangan salah satu pasangan calon.

3.    Konflik Pemilukada Pada Tahapan Persiapan III
a.    Gugatan Sengketa Pemilukada oleh BERSERI
Dalam setiap pelaksanaan Pemilukada setiap pasangan yang kalah mempunyai waktu senggang untuk mengadukan kepada pihak yang berwenang apabila didalam proses pelaksanaan Pemilukada terdapat atau terjadi sesuatu hal yang merugikan salah satu pasang calon tersebut.
Pengaduan dan gugatan itu merupakan hak penuh pasangan calon yang tengah bersaing dalam proses penyelenggaraan Pemilukada. Demikian halnya yang dilakukan oleh salah satu pasangan calon Walikota dan Wakil Walikota Kota Pekanbaru, Septina Primawati-Erizal Muluk membuat pengaduan atau gugatan ke Mahkamah Konstitusi(MK) terkait permasalahan-permasalahan semasa proses pelaksanaan Pemilukada Kota Pekanbaru, yang kiranya telah merugikan mereka dalam proses pelaksanaan Pemilukada Kota Pekanbaru sehingga mereka BERSERI kalah dari PAS dengan jumlah suara BERSERI 107.268 suara/ 41,07 persen dan PAS dengan jumlah suara 153.943/58,93 persen.
Dengan bukti-bukti yang telah kubu BERSERI persiapkan diajukanlah gugatan Pemilukada tersebut ke MK guna untuk ditindak lanjuti mengenai kebenaran bukti-bukti pelanggaran yang di lakukan oleh pasangan PAS tersebut. Kemudian MK memproses laporan yang telah di ajukan oleh BERSERI, dalam pertimbangan putusan, delapan Hakim MK menyatakan telah terjadi berbagai pelanggaran di antaranya penglibatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), terutama Camat, Lurah, RT dan RW secara terstruktur, sistematis dan massif dalam Pemilukada Kota Pekanbaru untuk memenangkan salah satu pasangan calon.

b.    Keputusan MK untuk melakukan PSU pada seluruh TPS
Setelah memproses dan menghadirkan fakta-fakta persidangan Akhirnya MK Membuat keputusan yang kontroversial. Hasil keputusan sidang MK tanggal 24 Juni 2011 yang termaktub dalam putusan Sela MK Nomor 63/PHPU.D-IX/2011, Pemilukada Kota Pekanbaru diputuskan untuk melakukan Pemungutan Suara Ulang (PSU) diseluruh TPS dalam waktu 90 hari semenjak keputusan tersebut ditetapkan di Jakarta.

c.    Pemecatan ketua KPUD Kota Pekanbaru Yusri Munaf
Bersamaan dengan hari berakhirnya masa tugas Herman Abdullah sebagai Walikota Pekanbaru pada hari yang sama, 18 Juli 2011 ketua KPUD Kota Pekanbaru di pecat. Surat pemecatan Yusri Munaf langsung diantarkan oleh Komisioner KPU Riau. Setelah mengantarkan surat ke KPUD Kota Pekanbaru, pada Pukul 10.00 WIB KPU Riau mengumumkan pemecatan Yusri Munaf, sedangkan empat komisioner lainnya yaitu Makmur Hendrik, Fachri Yasin, Tengku Rafizal dan Neni Astuti diberikan surat peringatan karena ikut melakukan pelanggaran kode etik KPU saat penyelennggaraan Pemilukada Kota Pekanbaru 18 Mei 2011.
Pemecatan Ketua KPUD Kota Pekanbaru ini dikarenakan terbukti melakukan pelanggaran Kode Etik KPU, KPU Riau memutuskan pemecatan tersebut berdasarkan rekomendasi Dewan Kehormatan (DK) yang dibentuk berdasarkan laporan dari PANWASLU Kota Pekanbaru dan warga.

d.    Pemutasian PNS Oleh Walikota dan Penjabat Walikota Pekanbaru
Selama tahun 2011 ternyata Pemerintah Kota Pekanbaru telah melakukan mutasi terhadap 417 Pegawai Negeri Sipil (PNS) di jajarannya. Mutasi yang dilakukan terdiri dari promosi, rotasi, non job, dan demosi. Pejabat yang dimutasi mulai dari eselon IV hingga eselon II. Walikota Kota Pekanbaru Definitif, Herman Abdullah selama tahun 2011 yang menjabat sampai bulan juli, melakukan mutasi terhadap PNS sebanyak 247 orang, sedangkan Penjabat (PJ)
Walikota Pekanbaru, Syamsurizal yang menjabat sejak bulan juli hingga bulan Desember 2011 ini memutasi sebanyak 170 PNS. Mutasi yang dilakukan oleh Herman Abdullah terhadap 247 PNS itu pada umumnya rotasi. Namun mendapat perlawanan dari tiga orang PNS, perlawanan itu berupa penggugatan ke PTUN Kota Pekanbaru pasalnya jabatan baru yang mereka terima dari hasil mutasi itu tidak sesuai dengan pendidikan yang mereka miliki. Sedangkan mutasi terhadap 170 orang PNS oleh Syamsurizal, selain rotasi ada juga yang demosi dannon job. Mutasi ini mendapat perlawanan dari 45 orang PNS yang mengalami demosi dan non job tersebut. PNS sebanyak 45 orang tersebut terdiri dari Kasi di Kelurahan, Lurah, Sekretaris Camat, dan Camat.(Tribun Pekanbaru, 24 Desember 2011; 23)

e.    Demonstrasi Tuntut Pelaksanaan PSU Pemilukada Kota Pekanbaru
Aksi demo pasca molornya Pelaksanaan PSU Pemilukada Kota Pekanbaru terjadi pada tanggal 14 September 2011. Seharusnya hari itu adalah pelaksanaan PSU Pemilukada Kota Pekanbaru, akan tetapi karena berbagai macam alasan dan konspirasi yang terjadi dilapangan sehingga PSU Pemilukada Kota Pekanbaru tanggal 14 September tidak dapat terealisasikan. Ratusan massa dari berbagai organisasi mulai bertindak anarkis dengan memukul kuli tinta, serta menutup jalan protokol. Ratusan massa tersebut melakukan aksi di depan kantor Walikota Kota Pekanbaru. Tepatnya dibundaran Tugu Selais. Massa yang tergabung dalam aksi demonstrasi itu terdiri dari tiga aliansi, yakni Aliansi Masyarakat Peduli PSU Bersih (AMPPUH), koalisi masyarakat Pekanbaru Bersatu (KMPB), dan Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI).
Namun dalam melakukan orasi, Massa dari KMPB bergabung menjadi satu dengan massa KAMMI. Massa AMPPUH tidak bergabung bersama massa KMPB dan KAMMI mereka terpisah menjadi dua kubu. Masing-masing dari kubu tersebut mempunyai tuntutan-tuntutan yang harus segera diselesaikan oleh Pemerintah Pekanbaru. Kedua kubu tersebut menuntut hal yang sedikit berbeda antara kubu satu dan yang lainnya, sehingga untuk berjaga-jaga Polisi membuat pagar betis untuk mengantisipasi adanya tawuran antar pendemo.

f.    Penambahan Waktu Penyelenggaraan PSU
Pada hari jumat, 7 Oktober 2011, MK kembali menggelar sidang, membahas tentang gagalnya PSU pada Pemilukada Kota Pekanbaru tahun 2011. MK dalam putusannya berkesimpulan, ada rangkaian fakta dan bukti yang terungkap dalam persidangan yang meyakinkan MK bahwa ada upaya untuk menunda pelaksanaan PSU Pemilukada Kota Pekanbaru yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan massif yang juga dilakukan oleh pemohon, termohon, dan Penjabat Walikota Kota Pekanbaru. Putusan MK yang memperpanjang keputusan sela mengundang kontroversi seperti yang tercantum dalam Riaupos.co, MK mengabulkan sebagian permohonan Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Pekanbaru. Untuk memperpanjang putusan sela MK selambat-lambatnya 90 hari setelah ketetapan tersebut di ucapkan. MK Memerintahkan KPU Kota Pekanbaru untuk melaksanakan putusan dan penetapan MK tersebut.

g.    KPUD Kota Pekanbaru menggugurkan Firdaus
Komisi Pemilihan Umum Kota Pekanbaru menggugurkan pencalonan Firdaus MT, meski yang bersangkutan sudah di tetapkan sebagai pemenang Pemilihan Umum Kepala Daerah Kota Pekanbaru yang berlangsung pada 21 Desember 2011. Dalam surat keputusan KPUD Kota Pekanbaru nomor 79/2011 (SK KPU 79/2011) tertanggal 28 Desember 2011 disebutkan, Firdaus tidak memenuhi persyaratan sebaiagai calon Walikota Kota Pekanbaru 2011. Seperti yang tercantum pada Kompas.com, 5 januari 2012, Abdul Wahid, Ketua Kelompok Kerja Sosialisasi KPUD Kota pekanbaru mengungkapkan bahwa SK KPU 79/2011 itu merupakan hasil rapat pleno KPUD Kota Pekanbaru. Surat itu merupakan salah satu dokumen yang dikirimkan
KPUD Kota Pekanbaru Kepada Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai pertimbangan sebelum menetapkan sebagai pemenang. Awalnya, hal tersebut merupakan temuan Panwaslu Kota Pekanbaru yang kemudian ditindak lanjuti oleh KPU Kota Pekanbaru. KPU Kota Pekanbaru menindak lanjutinya dengan mengeluarkan kesimpulan bahwa Calon Walikota Pekanbaru H. Firdaus, MT tidak memenuhi syarat (TMS).

h.    Rumah Ketua Tim Koalisi BERSERI di Tembak
Seperti yang tercantum pada tribunnews.com. 6 Januari 2011; 14.05 WIB, Muhammadun menyatakan dirinya belum siap berkomentar saat dimintai keterangan oleh tribunnews.com. "Nanti saja ya kepala saya masih pusing dan masih syok," ucapnya. Penasihat Hukum Pasangan Berseri Eva Nora yang berada dilrumah Muhammadun mengatakan, kejadian itu sekitar pukul 06.30 WIB, dan korban terbangun saat mendengar suara letusan tersebut. Selanjutnya dilaporkan ke Mapolsek Senapelan. Mendapat laporan tersebut Kapolsek Senapelan Kompol Arif Hidayat Ritonga SIK bersama Kanit Reskrim Iptu Milson Jhoni dan anggotanya serta di bantu Tim Identifikasi Polresta Pekanbaru untuk melakukan olah TKP. Hasil dari olah TKP petugas berhasil menemukan sebutir selongsong dipinggir jalan atau tepatnya diluar pagar rumah Muhammadun Royan. Hingga pukul 12.30 WIB polisi masih melakukan olah TKP dilapangan. (Tribunnews.com, 6 Januari 2011; 14.05).

i.    Rumah komisioner KPU di Bakar
Seperti yang berada dalam berita tribunnews.com, Selasa 10 januari 2012 pukul 11:35 WIB, RT 03, H. Ibrahim mengatakan, saat kebakaran sempat mendengar bunyi ledakan, yang diperkirakan berasal dari ban mobil Honda CRV dengan nomor polisi B 1377 KJB. Sedangkan Agusniati (Istri H. Ibrahim) menyebutkan bahwa dirinya baru usai sholat sunat tahajjud, ketika mendengar ledakan Ia membangunkan cucunya dan langsung keluar rumah, cucu saya langsung membantu memadamkan api, api itu hanya menyala sekitar 10 menit. Saat kejadian tersebut, ada lima orang yang beradadidalam rumah, dua anak, dua menantu dan istri Makmur Hendrik. Pihak kepolisian dari identifikasi sudah turun ke lokasi dan sudah membawa mobil Honda CRV dan seorang saksi yakni Erik. (Tribunnews.com, Selasa 10 Januari 2012 Pukul 11:35).

j.    Putusan MK Akhiri Kisruh Pemilukada Kota Pekanbaru
Kisruh sengketa dan Konflik Pemilukada Kota Pekanbaru berakhir sudah, saat palu hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang diketuai oleh Mahfud MD memutuskan pasangan Firdaus-Ayat Cahyadi (PAS) sebagai Walikota dan Wakil Walikota terpilih Kota Pekanbaru Periode 2012-2017. Suasana siding sempat di warnai suasana haru sejak majelis hakim secara bergantian membacakan pertimbangan hukum. Belum lagi usai hakim membacakan secara utuh, balkon dua, ruang siding yang mayoritas dipenuhi pendukung PAS mulai pula diwarnai dengan tangisan.









BAB III
PENUTUP

A.    KESIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian yang penulis lakukan tentang dinamika konflik pemilukada Kota Pekanbaru Tahun 2011, maka penulis dapat mengambil beberapa kesimpulan yaitu sebagai berikut :
1.    Pada dasarnya Konflik yang terjadi didalam Pemilukda Kota Pekanbaru 2011 adalah konflik yang bersifat strategi politik.
2.    Timbulnya konflik karena dilater belakangi oleh peraturan yang masih jauh dari sempurna sehingga membuka celah bagi oknum-oknum untuk memannfaatkan celah tersebut untuk kepentingan kelompoknya.
3.    Konflik Pemilukada Kota Pekanbaru 2011 juga dilatar belakangi oleh banyaknya jumlah pasangan calon yang tidak lulus seleksi Pemilukada Kota Pekanbaru dikarenakan system borong partai politik yang terjadi pada Pengusungan calon Walikota dan Wakil Walikota Kota Pekanbaru.
4.    Didalam Pemilukada Kota Pekanbaru terjadi sebuah konspirasi yang pada awalnya dilakukan oleh Ketua KPU, Walikota Kota Pekanbaru dan pasangan PAS pada Pemilukada Putaran pertama tanggal 18 Mei 2011. Dan hal yang sama juga dilakukan oleh pasangan BERSERI pada PSU Pemilukada Kota Pekanbaru tanggal 21 Desember 2011.
5.    Sengketa Pemilukada Kota Pekanbaru 2011 merupakan sejarah pertama di Indonesia yang mengalami penundaan PSU diseluruh TPS dan adanya persidangan di MK selama tiga kali dengan 3 permasalahan dan putusan yang berbeda.

B.    Saran
Adapun harapan dan saran untuk pemilukada yang selanjutnya khususnya di Riau dan umumnya di Indonesia adalah sebagai berikut;
1.    Harapan untuk kedepannya agar pasangan calon yang menjadi peserta didalam Pemilukada, penyelenggara Pemilukada dan panitia Pegawas Pemilukada dapat menjalankan peraturan yang ada sesuai dengan peraturan dan amanat undang-undang.
2.    Masyarakat menginginkan Pemilukada yang bersih, yang proffesional, yang jujur, sehingga betul-betul mekanismenya semakin sempurna, sehingga target untuk mensejahterakan kemaslahatan dan kepentingan masyarakat itu dapat tercapai.
3.    Pemerintah khususnya DPR RI harus merevisi Undang-undang Nomor 32 Tahun 2004 dan Undang-undang Nomor 12 tahun 2008.
4.    Perangkat-perangkat aturan main itu harus di pertegas, dan hal itu disosialisasikan secara terbuka sehingga hal tersebut tidak multi tafsir, dan tidak ada perbedaan interpretasi yang berujung pada spekulasi.
5.    Lembaga penyelenggara, Panwaslu Kota/Kabupaten, KPU Kota/Kabupaten, maupun masyarakat harus menterjemahkan aturan main yang ada tersebut sama dengan klausul yang ada, tidak Multi Tafsir. Sehingga tidak memungkinkan terjadinya Money Politic, adanya manipulasi-manipulasi suara dan sebagainya.



DAFTAR PUSTAKA
Budiarjo, Miriam, Prof.Dr. Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, 2001
Surbakti, Ramlan, DR. Memahami Ilmu Politik, Jakarta: PT Grasindo, 1992
Perundang – undangan
Undang-undang Nomor 34 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2005 tentang Pemilihan, Pengesahan, Pengangkatan, dan Pemberhentian Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah
Ketetapan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 63/PHPU.D-IX/2011.
http://www.blogdetik.com
http://www.detik.com/pemilihan/kepala/daerah/
http://www.m.antarariau.com
www.id.shvoong.com/law-and-politics/law/2242578-definisi-mediasi/ : 6 Desember 2012.
www.aswinhsh.wordpress.com/2009/01/06/tinjauan-umum-arbitrase/ :6Desember 2012. Riau Pos, 28 September 2012: 1.


{ 2 komentar... read them below or Comment }

Komentarnya Kakak!

- Copyright © Contoh Makalah - Date A Live - Powered by Seyoenita - Designed by Sopriadi -