- Back to Home »
- KEBIJAKAN dan KONSEP DARI IMPLEMENTASI PEMBENTUKAN DAERAH
Posted by : Sopriadi Ahmad
Kamis, 21 Maret 2013
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Seiring dengan dinamika perkembangan masyarakt di era reformasi muncul fenomena keinginan masyarakat pada berbagai wilayah untuk membentuk suatu daerah otonom baru baik daerah propinsi maupun kabupaten dan kota. Keinginan seperti itu didasari oleh berbagai dinamika yang terjadi di daerah baik dinamika politik, ekonomi sosial maupun budaya. Dengan pembentukan daerah otonom baru, daerah otonom tersebut diharapkan mampu memanfaatkan peluang yang lebih besar dalam mengurus dirinya sendiri, terutama berkaitan dengan pengelolaan sumber-sumber pendapatan asli daerah, sumber daya alam dan pengelolaan bantuan pemerintah pusat kepada daerah otonom dalam rangka meningkatkan kesejahteraan dan pelayanan kepada masyarakat setempat yang lebih baik.
Desentralisasi merupakan suatu refleksi proses reformasi politik, sosial budaya dan ekonomi. Perubahan politik dan sosial budaya di Indonesia dengan kecenderungan pergeseran pelayanan publik dari wewenang pemerintah pusat beralih menjadi wewenang tingkat pemerintahan yang lebih dekat dengan masyarakat. Otonomi daerah sebagai wujud pelaksanaan asas desentralisasi dalam penyelenggaraan pemerintahan yang digulirkan oleh pemerintah sebagai jawaban atas tuntutan masyarakat, pada hakekatnya merupakan penerapan konsep division of power yang membagi kekuasaan negara secara vertikal (Warsito Utomo,1997). Dalam konteks ini, kekuasaan akan terbagi antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah, yang secara legal konstitusional tetap dalam kerangka negara kesatuan Republik Indonesia.
Dinamika perkembangan wilayah menjadi otonom seperti itu disikapi pemerintah pusat dengan diberlakukannya kebijakan otonomi daerah sejak Januari 2001. Dalam hubungannya dengan pembentukan daerah otonom, Pasal 18 UUD 1945 antara lain menyatakan bahwa pembagian daerah Indonesia atas daerah besar dan kecil, dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang-undang. Daerah Indonesia akan dibagi dalam daerah propinsi dan daerah propinsi akan dibagi dalam daerah kabupaten dan daerah kota Untuk mendukung implementasi kebijakan otonomi daerah, Pemerintah Pusat telah mempersiapkan berbagai kebijakan, antara lain Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang dalam Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa:
“dalam rangka pelaksanaan azas desentralisasi dibentuk dan disusun daerah propinsi, daerah kabupaten dan daerah kota yang berwenang mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakt. Pada pasal 4 ayat (2) dinyatakan pula bahwa daerah-daerah sebagaimana yang dimaksud pada ayat (1) masing-masing berdiri sendiri dan tidak mempunyai hubungan hirarkis satu sama lain. Selanjutnya pada pasal 5 ayat (1) disebutkan bahwa daerah dibentuk berdasarkan pertimbangan kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah”.
Berdasarkan ketentuan-ketentuan tersebut maka dapat disimpulkan bahwa keinginan masyarakat daerah untuk membentuk daerah otonom baru memang dimungkinkan oleh paraturan perundangan yang berlaku.
Pelaksanaan desentralisasi di Indonesia dapat dilacak dalam kerangka konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI). Otonomi daerah merupakan tema lama yang tampaknya selalu menemukan aktualitas dan relevansinya. Dikatakan tema lama karena Undang-Undang Dasar 1945 telah memberikan landasan yuridis yang jelas tentang eksistensi otonomi daerah. Seiring dengan ditetapkannya UUD 1945, sejak itu pengaturan tentang pemerintahan daerah dalam perundang-undangan sebagai penjabaran pasal 18 mulai ramai diperdebatkan. Hal ini tampak dari kehadiran Undang-undang Nomor 1 Tahun 1945 yang mengatur tentang otonomi daerah. Kajian terhadap isi undang-undang yang pernah dipergunakan untuk mengatur pemerintahan daerah tetap saja menarik perhatian berbagai kalangan serta membuka peluang terjadinya perdebatan. Sampai saat ini sudah enam kali diadakan perubahan dan penyempurnaan, terakhir dengan Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 yang sekarang sedang diimplementasikan. Materi perdebatan dalam Undang-undang Otonomi Daerah berada pada segi yang esensial, yaitu mengenai seberapa besar Pemerintah Pusat menyerahkan kewenangannya kepada daerah otonom (Yudoyono, 2001).
Dengan demikian maka pembentukan daerah otonom dalam rangka desentralisasi di Indonesia menurut Suwandi (2002) memiliki ciri-ciri:
(1) daerah otonom tidak memiliki kedaulatan atau semi kedaulatan layaknya di negara federal
(2) desentralisasi dimanifestasikan dalam bentuk penyerahan atau pengakuan atas urusan pemerintahan,
(3) penyerahan atau pengakuan urusan pemerintahan sebagaimana dimaksud pada angka 2 tersebut di atas utamanya terkait dengan pengaturan dan pengurusan kepentingan masyarakat setempat (lokalitas) sesuai dengan prakarsa sendiri berdasarkan aspirasi masyarakat.
Sejalan dengan banyaknya keinginan untuk pembentukan daerah otonom baru, baik yang berupa pemekaran maupun peningkatan status, khususnya di daerah kabupaten dan daerah kota sesuai dengan mekanisme pembentukan daerah otonom maka pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 129 Tahun 2000 tentang Persyaratan Pembentukan dan Kriteria Pemekaran, penghapusan dan Penggabungan Daerah, yang isinya antara lain menyebutkan persyaratan, kriteria, prosedur, pembiayaan pemekaran, penghapusan dan penggabungan daerah.
Berdasarkan data yang ada, hingga saat ini total daerah kabupaten dan kota di Indonesia berjumlah 410, terdiri dari 324 daerah kabupaten dan 86 daerah kota (Kompas, 28 Januari 2003).
BAB II
PEMBAHASAN
1. Konsep pemerintahan Di Indonesia
Sejak UU No.22 Tahun 1999 diberlakukan isu pemekaran lebih dominant jika dibandingkam dengan isu penggabungan atau penghapusan daerah otonom. Undang – Undang Dasar telah mengatur secara rinci hal – hal yeng berkaitan dengan penyelenggara pemerintahan di daerah, seperti yang telah tertulis dalam ketentuan pasal 18, 18 A, dan pasal 18 B UUD NRI 1945. Pembagian wilayah daerah menurut ketentuan pasal 18 UUD 1945 (sebelum amandemen) menyatakan : “Pembagian daerah di Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang – undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara, hak asal usul dalm daerah – daerah yang bersifat istimewa”
Pada tanggal 18 agustus 2000, Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) melalui sidang tahunan menyetujui untuk melakukan perubahan kedua terhadap UUD 1945 dengan mengubah dan / atau menambah Pasal 18, Pasal 18 A, Pasal 18B. Perubahan UUD 1945 merupakan salah satu tuntutan yang paling mendasar dari gerakan reformasi yang berujung pada runtuhnya kekuasaan Orde Baru pada tahun 1998. Tuntutan perubahan UUD 1945 menjadi kenyataan dengan dilakukannya perubahan UUD 1945 oleh Majelis Permusyarakatan Rakyat (MPR).[4]
Ketentuan di dalam pasal 18 diubah dan ditambah menjadi berbunyi sebagai berikut :
Pasal 18
1. Negara Kesatuan Republik Indonesia di bagi atas daerah – daerah provinsi dan daerah provinsi itu dibagi atas kabupten dan kota, dan tiap – tiap provinsi, kabupaten dan kota itu mempunyai pemerintah daerah, yang diatur dengan undang – undang.
2. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan.
3. Pemerintah daerah provinsi, daerah kabupaten, dan kota memiliki Dewan Perwakilan Daerah yang anggota – anggotanya dipilih melalui pemilihan umum.
4. Gubernur, Bupati, dan Walikota masing – masing sebagai kepala pemerintahan provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis.
5. Pemerintahan daerah menjalankan otonomi seluas – luasnya, kecuali urusan pemeintahan yang oleh undang – undang ditentukan sebagai urusan pemerintah
6. Pemerintah daerah berhak menetapkan peraturan daerah dan peraturan – peraturan lain untuk melaksanakan otonomi dan tugas pembantuan.
7. Susunan dan tata cara penyelenggaraan pemerintah daerah diatur dalam undang – undang.
Pasal 18A.
1. Hubungan wewenang antara pemerintah pusat degan pemerintah daerah provinsi, kabupaten, dan kota atau antara provinsi dan kabupaten dan kota, diatur dengan undang – undang dengan memperhatikan kekhususan dan keragaman daerah.
2. Hubungan keuangan, pelayanan umum. Pemanfaatan sumber daya alam dan sumber daya lainnya antara pemerintah pusat dan pemerintah daerah diatur dan dilaksanakan secara adil dan selaras berdasarkan undang – undang.
Pasal 18B.
1. Negara mengakui dan menghormati satuan – satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat isimewa yang diatur dengan undang – undang. Negara mengakui dan menghormati satuan – satuan pemerintah daerah yang bersifat khusus atau bersifat isimewa yang diatur dengan undang – undang.
2. Negara mengakui dan menghormati kesatuan – kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak – hak tradisionalnya sepanjang masih hidup dan sesuai dengan perkembangan masyarakat dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Oleh karena terjadi perubahan terhadap pasal 18 UUD 1945, maka penjelasan UUD 1945 yang selama ini juga menjadi acuan dalam mengatur Pemerintahan Daerah tidak berlaku lagi. Dengan demikian, satu – satunya sumber konstitusional Pemerintah Daerah adalah Pasal 18, 18A, dan Pasal 18B. selain meniadakan kerancuan, penghapusan Penjelasan Pasal 18 sekaligus juga sebagai penaatan UUD. Selain tak lazim UUD mempunyai penjelasan, selama ini penjelasan dianggap sebagai sumber hukum disamping (bukan sederajat dengan) ketentuan batang tubuh UUD.
Perubahan pasal 18 (yang baru) ini dimaksudkan untuk lebih memperjelas pembagian daerah ke dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia yang meliputi daerah provinsi dan dalam daerah provinsi terdapat daerah kabupaten dan kota. Ketentuan pasal 18 ayat (1) ini mempunyai keterkaitan erat dengan ketentuan pasal 25A mengenai wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Pasal 25A.
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah sebuah Negara kepulauan yang berciri nusantara dengan wilayah dan batas – batas dan hak – haknya ditetapkan dengan undang – undang.
Istilah “dibagi atas” (bukan “terdiri atas”) dalam ketentuan pasal 18 ayat (1) bukanlah istilah yang digunakan secara kebetulan. Istilah ini langsung menjelaskan bahwa Negara kita adalah Negara kesatuan dimana kedaulatan Negara berada di tangan pusat. Hal ini konsiten dengan kesepakatan untuk tetap mempertahankan bentuk Negara kesatuan. Berbeda dengan istilah “terdiri atas” yang lebih menunjukkan substansi federalism karena istilah itu menunjukkan kedaulatan berada di tangan Negara – Negara bagian.
Prinsip – prinsip yang terkandung dalam pasal – pasal baru, yaitu pasal 18 Amandemen II UUD 1945 adalah sebagai berikut :
a. Prinsip daerah mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan menurut asas otonomi dan tugas pembantuan (pasal 18 ayat (2)
b. Prinsip menjalankan otonomi seluas – luasnya (pasal 18 ayat (5)
c. Prinsip kekhususan dan keragaman daerah (pasal 18 ayat (1)
d. Prinsip mengakui dan menghormati kesatuan masyarakat hukum adat beserta hak – hak tardisionalnya (pasal 18 B ayat (2)
e. Prinsip mengakui dan menghormati pemerintahan daerah yang bersifat khusus dan istimewa (pasal 18 ayat (2)
f. Prinsip hubungan pusat dan daerah dan harus dilaksanakan secara selaras dan adil (pasal 18 ayat (2).[5]
Otonomi yang diberikan kepada daerah dilaksanakan dengan memberikan kewenangan yang luas supaya daerah dapat mengoptimalkan dan sebagai upaya untuk mendorong pemberdayaan masyarakat, pengembangan prakarsa dan kreativitas, peningkatan peran serta masyarakat. Pemberian otonomi daerah akan mengubah perilaku pemerintah daerah untuk lebih efisien dan professional.
2. Pengertian Pembentukan Daerah
Undang-Undang No 32 tahun 2004 junto undang-Undang no 12 tahun 2008 Bagian Kesatu Pembentukan Daerah Pasal 4 (1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) ditetapkan dengan undangundang. (2) Undang-undang pembentukan daerah sebagaimana dimaksud pada ayat (1) antara lain mencakup nama, cakupan wilayah, batas, ibukota, kewenangan menyelenggarakan urusan pemerintahan, penunjukan penjabat kepala daerah, pengisian keanggotaan DPRD, pengalihan kepegawaian, pendanaan, peralatan, dan dokumen, serta perangkat daerah. (3) Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih. (4) Pemekaran dari satu daerah menjadi 2 (dua) daerah atau lebih sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dapat dilakukan setelah mencapai batas minimal usia penyelenggaraan pemerintahan.[6]
Pasal 5 (1) Pembentukan daerah sebagaimana dimaksud dalam Pasal 4 harus memenuhi syarat administratif, teknis, dan fisik kewilayahan. (2) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk provinsi meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi, persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. (3) Syarat administratif sebagaimana dimaksud pada ayat (1) untuk kabupaten/kota meliputi adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan, persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri. (4) Syarat teknis sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, kependudukan, luas daerah, pertahanan, keamanan, dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
(5) Syarat fisik sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota untuk pembentukan provinsi dan paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, dan 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.[7]
Berangkat dari interpretasi undang-undang pemerintahan daerah tersebut maka perlu diketahui bahwa pengertian dari adnya pembentukan daerah adala :
Pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah propinsi, daerah kabupaten atau kota.
Pembentukan daerah dapat berupa penggabungan beberapa daerah atau bagian daerah yang bersandingan atau pemekaran dari satu daerah menjadi dua daerah atau lebih.
Pemekaran daerah adalah pemecahan provinsi atau kabupaten/kota menjadi dua daerah atau lebih.
Penggabungan daerah adalah penyatuan daerah yang dihapus ke dalam daerah lain yang bersandingan
Perkembangan Pemekaran Daerah Pengertian pemekaran daerah Pemekaran daerah merupakan suatu langkah atau cara politik sebuah daerah dengan cara membagi atau memperluas sub bagian wilayah dari daerah tersebut baik bagian atau daerah yang berbentuk provinsi baru atau pun kabupaten baru. Tujuan dari dilakukannya upaya pemerintah dalam pemekaran daerah ini adalah tidak lain dengan meningkatkan berbagai pelayanan social yang diberikan dan meningkatkan kefektivan serta keefisiensian sebuah daerah dalam mengatur atau mengelola daerahnya baik dilihat dari sector perekonomian, politik serta pelayanan public untuk masyarakatnya. Dalam Undang Undang otonomi daerah, wacana pemekaran tidak terlepas dari pemberlakuan prinsip-prinsip otonomi daerah. Hal ini menyimpulkan bahwa pada prinsipnya otonomi daerah merupakan media atau jalan untuk menjawab tiga persoalan mendasar dalam tata pemerintahan dan pelayanan terhadap publik. Sehingga banyak orang berasumsi bahwa pemekaran daerah merupakan langkah yang diambil setelah diberlakukannya otonomi daerah yang merupakan: 1. pemekaran daerah yang dilakukan oleh pemerintah merupakan jalan atau upaya untuk mendekatkan pemerintah kepada rakyat. 2. melalui pemekaran daerah juga harus tercipta akuntabilitas yang terjaga dengan baik. 3. pemekaran daerah diformulasikan menjadi langkah untuk mengupayakan responsiveness, dimana publik berpartisipasi aktif dalam pengambilan kebijakan.
3. Tujuan Pembentukan daerah
Fenomena maraknya pemekaran daerah sebetulnya merupakan konsekuensi logis dari dinamika politik lokal yang bermuara pada keinginan masyarakat untuk mengembangkan potensi sumber daya lokal secara mandiri. Namun tidak dapat dimungkiri pula bahwa maraknya pemekaran daerah, salah satunya, adalah disebabkan karena mudahnya persyaratan pemekaran itu sendiri. Peraturan perundang-undangan mengenai pemekaran (PP No. 78 Tahun 2007) terkesan sangat akomodatif terhadap pemekaran daerah.
Secara ideal, sebenarnya tidak ada yang salah dengan pemekaran daerah atau pembentukan daerah otonom baru. Sebab, tujuan utama pemekaran daerah adalah untuk meningkatkan kesejahteraan kepada masyarakat melalui peningkatan kualitas pelayanan masyarakat yang tidak terkendali akan berakibat pada pertambahan daerah otonom baru secara signifikan yang berimplikasi pada berbagai aspek kehidupan berbangsa dan bernegara, seperti aspek rentang kendali pemerintahan, politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan keamanan, keuangan negara, pelayanan publik dan sebagainya.
Meski tujuan pembentukan daerah otonom baru terlihat sangat ideal, namun kondisi empiris pascapembentukan daerah otonom baru sering kali menjadi pertanyaan. Pemerintah sendiri mensinyalir bahwa pembentukan daerah otonom baru (pemekaran daerah) belum mampu mencapai tujuannya.
Berdasarkan hasil monitoring yang dilakukan Departemen Dalam Negeri tahun 2005 terhadap beberapa sampel yaitu 2 (dua) provinsi, 40 (empat puluh) kabupaten dan 25 (dua puluh lima) kota ditemukan bahwa masalah administrasi antara daerah induk dan daerah pemekaran masih belum terselesaikan secara tuntas. Hasil monitoring menunjukkan bahwa 87,71% daerah induk belum menyerahkan Pembiayaan, Personel, Peralatan dan Dokumen (P3D) kepada daerah otonom baru.
Selain itu, 79% daerah otonom baru belum memiliki tapal batas wilayah yang jelas, 89,48% daerah induk belum memberikan dukungan keuangan kepada daerah otonom baru 84,2% pegawai sulit dipindahkan dari daerah induk ke daerah otonom baru, 22,8% jabatan di daerah otonom baru tidak didasarkan pada standar kompetensi, serta 91,23% daerah otonom baru belum memiliki Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW).
Dari sisi kinerja pascapemekaran, evaluasi awal yang dilakukan Departemen Dalam Negeri terhadap sebagian daerah otonom baru juga menghasilkan temuan bahwa perkembangan daerah otonom baru sangat variatif. Ada daerah otonom baru yang berkembang cepat pascapemekaran, namun banyak pula daerah otonom baru yang ternyata belum mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. (bdu)
Sejalan dengan dibentuknya daerah provinsi, kabupaten dan kota, demi tercapai dari cita-cita demokrasi. Ini kemudian terdapat beberapa tujuan yang menjadi rujukan adanya pembentukan daerah tersebut, diantaranya :
1. Peningkatan Pelayanan kepada masayarakat
2. Percepatan pertumbuhan kehidupan demokrasi
3. Percepatan pelaksanaan pembangunan perekonomian daerah
4. Percepatan pengelolaan potensi daerah
5. Peningkatan keamanan dan ketertiban
6. Peningkatan hubungan yang serasi antara Pusat dan Daerah
4. Syarat-syarat Pembentukan Daerah
Pembentukan daerah merupakan pemberian status pada wilayah tertentu sebagai daerah provinsi, kabupaten, dan kota. Sedangkan pemekaran daerah merupakan pemecahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota menjadi lebih dari satu daerah.
Sesuai Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah, pembentukan suatu daerah otonom baru dimungkinkan dengan memekarkan daerah setelah memenuhi syarat-syarat kemampuan ekonomi, potensi daerah, sosial budaya, sosial politik, jumlah penduduk, luas daerah, dan pertimbangan lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
Dengan demikian, luas daerah adalah salah satu syarat pembentukan dan pemekaran daerah. Sayangnya, langkah-langkah daerah untuk membentuk suatu daerah otonom baru masih terhambat karena kurangnya informasi perihal pengonsepan aspek kepulauan sebagai salah satu pertimbangan luas daerah yang seharusnya telah lama dirampungkan Pemerintah.
Pembentukan daerah yang kemudian diatur dalam Undang-undang No 32 tahun 2004 junto undang-undang No 12 tahun 2008 Tentang Pemerintahan Daerah, mengatur tentang syarat-syarat dibentuknya daerah Provinsi, kabupaten dan kota :
1. syarat administrative
2. syarat teknis
3. syarat fisik kewilayahan.
4. Dan faktor lain. Adapun faktor lain tersebut meliputi pertimbangan kemampuan keuangan, tingkat kesejahteraan masyarakat, dan rentang kendali penyelenggaraan pemerintahan.
Syarat Administratif Syarat administratif untuk provinsi meliputi :
- adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang akan menjadi cakupan wilayah provinsi
- persetujuan DPRD provinsi induk dan Gubernur, serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
Syarat administratif untuk kabupaten/kota meliputi :
- adanya persetujuan DPRD kabupaten/kota dan Bupati/Walikota yang bersangkutan
persetujuan DPRD provinsi dan Gubernur serta rekomendasi Menteri Dalam Negeri.
Syarat teknis Syarat teknis meliputi faktor yang menjadi dasar pembentukan daerah yang mencakup faktor - faktor :
- kemampuan ekonomi kemampuan ekonomi
- potensi daerah
- sosial budaya
- sosial politik
- kependudukan
- luas daerah
- pertahanan
- keamanan
- dan faktor lain yang memungkinkan terselenggaranya otonomi daerah.
Syarat Fisik :
- Syarat fisik untuk pembentukan provinsi meliputi paling sedikit 5 (lima) kabupaten/kota
- Paling sedikit 5 (lima) kecamatan untuk pembentukan kabupaten, 4 (empat) kecamatan untuk pembentukan kota, lokasi calon ibukota, sarana, dan prasarana pemerintahan.
BAB III
Penutup
I. Kesimpulan
Undang – Undang Dasar telah mengatur secara rinci hal – hal yeng berkaitan dengan penyelenggara pemerintahan di daerah, seperti yang telah tertulis dalam ketentuan pasal 18, 18 A, dan pasal 18 B UUD NRI 1945. Pembagian wilayah daerah menurut ketentuan pasal 18 UUD 1945 (sebelum amandemen) menyatakan : “Pembagian daerah di Indonesia atas daerah besar dan kecil dengan bentuk dan susunan pemerintahannya ditetapkan dengan undang – undang, dengan memandang dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan Negara, hak asal usul dalm daerah – daerah yang bersifat istimewa”
DAFTAR PUSTAKA
Dede Mariana, Caroline Paskarina.2008. Demokrasi Politik dan Politik Desentralisasi. Yogyakarta: Graha Ilmu.